Cerpen Cinta Love at First Sight Part ~ 21

Masih ada sisa Satu part lagi untuk Cerpen Cinta Love aat First Sight kali ini. Untuk yang sudah penasaran sama part kali ini langsung baca aja yaa...

Dan untuk yang sudah lupa sama part sebelumnya, bisa langsung klik disini. Happy reading,..

Love at First Sight
Love at First Sight

Love at First Sight


“Selamat pagi...” Revan menoleh kaget kearahku yang berdiri disampingnya. Kemudian senyuman manis langsung ditunjukkan begitu menyadari aku yang pagi ini menghampirinya lebih dulu. Ini pertama kalinya aku melakukan hal ini.

“Pagi... Waahh aku merasa surprise melihatmu menghampiriku pagi ini,” ucap Revan blak-blakan yang membuat pipiku langsung memerah karenanya.

“Sudah sarapan?” tanyaku setelah berfikir beberapa saat.

“Emm, kenapa? Kamu lapar, mau aku temani cari sarapan?” tanya Revan sambil berdiri, aku menggeleng membalas ucapannya.

“Sebenarnya aku menyempatkan diri membuat ini tadi pagi,” ucapku sambil menyodorkan sekotak binto tepat didepan Revan dan membuat Revan menatapku berbinar-binar senang, aku tersenyum saat rasa bahagia itu menyusup dalam hatiku, melihat expresi yang ia tunjukkan menandakan Revan juga menyukai apa yang aku lakukan untuknya.

“Wahh, kali ini suprise sekali ya. Aku mendapat sarapan dari gadis ratu menghindar ini,” balas Revan masih dengan senyumannya.

“Aku tau aku salah, makanya aku mau minta maaf dengan ini,” lanjutku dengan sedikit gugup. Setelah beberapa hari lalu menghindarinya, dan pria ini masih memperlakukanku dengan baik. Aku sadar setidaknya aku harus membuatnya senang. Dan ide membuat sarapan untuknya langsung terlintas dibenakku. Dengan modal informasi dari google akhirnya aku menyelesaikan rencanaku dengan sukses.

“Boleh aku langsung memakannya?” tanya Revan yang langsung kubalas dengan anggukan kepalaku, “Oh ayo, kamu duduk disampingku sini...” lanjut Revan sambil bergeser dari tempat duduknya, aku melirik kesekelilingku sekilas, tampak beberapa siswa dan sisiwi yang berada dikelas menatapku namun kemudian kembali sibuk dengan aktifitasnya kembali.

Aku melirik jam ditanganku, masih ada 15 menit lagi sebelum jam pelajaran dimulai, aku memutuskan untuk mengikuti apa yang Revan inginkan dan perlahan mendudukkan tubuhku dikursi samping tempat Revan duduk sebelumnya. Revan tersenyum penuh kemenangan, dan perlahan membuka bento yang aku bawakan, menyendok nasi goreng dengan semangat dan memakannya sambil tersenyum.

Aku menatap Revan dengan harap-harap cemas saat mendapati Revan yang mengunyah makanannya dengan perlahan, bahkan iya terdiam. Terlebih lagi senyuman langsung hilang dari bibirnya. Tunggu, apakah rasa masakanku memang sehancur itu. Aku mengingat kembali bagaimana aku memasak untuk ini. Setelah menghancurkan hampir sebagian dapur kecilku, aku akhirnya bisa membuatkan sarapan untuknya. Meskipun menggunakan info pas-pasan dari google, tapi karena mengingat waktu yang tersisa menipis kalau ingin segera tiba disekolah pagi aku memutuskan untuk memasukkan semua bahan yang ada sekaligus untuk menghemat waktu dan berfikir dengan cepat. Bukankah nanti saat diproses juga semua tercampur dalam perut manusia?

“Rasanya hancur ya?” tanyaku hati-hati. Revan menatapku sesaat kemudian tersenyum, aku tidak tau apa yang ia fikirkan saat ini. Perasaan cemas langsung menjalari dalam diriku, apakah aku sudah menghancurkan permintaan maafku dengan masakan yang tidak enak dimakan?

“Masih bisa dimakan kok,” jawab Revan dan kemudian kembali menyendok makanannya kembali, dan kali ini ia memakannya dengan senyuman. Aku menatap ragu kearahnya, expresi yang tadi itu memang benar-benar rasanya aneh kan? Dan komentar masih bisa dimakan terdengar aneh ditelingaku.

“Kamu yakin baik-baik saja?” tanyaku memastikan.

“Tentu saja. Terimakasih sudah menyempatkan diri membuatkanku sarapan,” balas Revan sambil tersenyum senang “Tapi lain kali, aku tidak akan memaafkanmu semudah ini kalau masih berniat menghindariku,” lanjut Revan sambil mencubit gemas pipiku yang langsung memerah. Bukan karena sakit, karena faktanya Revan hanya seolah menyentuhnya, namun karena sikapnya itu yang justru membuat pipiku memerah karena panas.

“Ooo oke, kalau begitu aku kekelasku lagi ya. Sebentar lagi pasti bel akan berbunyi,” ucapku sambil berdiri, Revan melirik jam tangan ditangannya dan tampak sebersit kekecewaan tergambar diwajahnya. Aku tersenyum menyadari sikap pria ini yang ternyata bisa juga bersikap manis, bukan hanya terus bersikap dewasa.

“Selamat belajar ya, istirahat nanti aku jemput kekelasmu,” balas Revan aku membalas dengan anggukan kemudian melangkah keluar kelasnya. Kalimat akan menjemput terdengar lebih indah kali ini. Entah kenapa aku langsung tidak sabar untuk melewati jam pelajaran kali ini. Sepertinya pria itu tetap kurindukan meski aku berada disampingnya. Benar-benar pria yang cukup bahaya bukan?

Love at First Sight


Hari-hari kembali berlalu, dan kedekatan aku bersama Revan semakin hari semakin baik, tentu saja dengan kenyataan ini membuatku merasa bahagia. Karna pria ini adalah pria yang ku sukai sejak pertama kali melihatnya. Dan semakin mengenal Revan ternyata semakin aku dibuat jatuh cinta akan tingkahnya.

Sejauh aku mengenal pria itu sebelumnya, sikapnya cukup dewasa dan membuatku berfikir mungkin memang emosi jauh dari dirinya, namun setelah aku dekat dan berpacaran dengannya, ternyata pria itu tidak selalu menyembunyikan emosinya. Bahkan sering kali ia menunjukkan rasa cemburunya cukup terang-terangan. Aku sendiri merasa sikap cemburu pria itu cukup menggemaskan.

Bayanganku kembali teringat saat Aldo, teman sekelasku yang menahanku pulang lebih lama saat menanyakan apakah aku bisa menemaninya mencari hadiah untuk ibu nya yang sedang berulang tahun. Mengingat Aldo tetangga juga teman SMP ku sebelumnya aku tentu saja dengan sopan meminta maaf karena tidak bisa menemaninya. Mengingat saat ini Revan sudah menjadi pacarku, dan Aldo sendiri tidak terlalu dekat denganku, aku sendiri tidak tau kenapa pria itu memintaku untuk menemaninya.

Dan saat aku tersadar Revan datang menghampiriku untuk pulang bersama yang saat itu sedang membawa minuman tiba-tiba tersenggol lengan Aldo yang membuat minuman ditangan Revan mengenai bajunya. Aku sendiri menyadari akan kesengajaan Revan melakukannya, dan setelah meminta maaf pada Aldo, aku sebisa mungkin membawa Revan pergi agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mengingat Aldo sendiri dulu jago beladiri. Tentu saja aku tidak mau jika hanya gara-gara itu mereka bertengkar.

Saat itu, diperjalanan hingga sampai dirumahku, aku masih menertawakan akan sikap kekanak-kanakan dan cemburunya. Wajahnya persis seperti anak kecil yang marah karena sesuatu miliknya diambil orang, aku sendiri sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Justru dengan bandelnya aku malah menyukai akan kecemburuan yang pria itu tunjukkan. Sejak itu Aldo sendiri tidak lagi berbicara padaku, bahkan hanya untuk menyapa saja dia tidak melakukannya.

Dan kali ini aku sedang bingung dengan beberapa baju yang bertebaran diatas kasurku, meskipun ini sudah yang kesekian kalinya aku kencan dengannya, namun aku masih juga repot-repot dengan baju apa yang harus aku kenakan untuk menemuinya. Aku melirik jam ditanganku dan kaget saat waktu pertemuan 1 jam lagi. Pasti sebentar lagi Revan akan menjemputku. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil baju terusan bermotif dengan celana jeans. Serta jepit rambut kupu-kupu sebagai sentuhan terakhirnya.

Setelah rapi dengan dandanan yang menurutku paling menarik, aku memeriksa kembali bungkusan kecil yang berada diatas meja riasku, kemudian aku membukanya. Masih berada disana, kalung berbandul Jangkar berwarna putih yang masih terbungkus rapi. Aku mengingat pria itu memperhatikan kalung ini beberapa waktu lalu saat kita jalan-jalan. Mengingat hari ini bertepatan dengan hari ulang tahunnya, aku menyiapkan hadiah yang menurutku dia inginkan. Semoga saja dia suka.

Kemudian aku beralih kebungkusan yang berada diatas meja, aku membukanya untuk memeriksanya kembali. Beberapa balon, bola kertas, hiasan dinding dan beberapa pernak-pernik perlengkapan ulang tahun yang sudah tersusun rapi. Tinggal memasangkan diruangan, aku tersenyum mengingat untuk mempersiapkan hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan aku sengaja menyiapkannya seorang diri.

Aku melirik jam dinding diatas meja riasku saat mendengar suara motor yang memasuki latar rumahku, sadar bahwa motor itu milik Revan membuatku tersenyum dan segera bangkit dari tempat dudukku, memastikan riasanku dicermin sekali lagi sebelum kemudian melangkah keluar kamarku, entah kenapa hari ini rasanya cukup untuk membuatku gugup. Semoga semuanya berjalan dengan lancar seperti yang aku rencanakan.

Bersambung...

Baca kelanjutannya Cerpen cinta Love at First Sight part 22 (End)

Detail cerita Love at First Sight

Tidak ada komentar:

Posting Komentar