Cerpen Cinta Love at First Sight Part ~ 22 (End)

Akhirnya Cerpen cinta love at first sight nemuin ending juga. Setelah melenceng jauh dari ide awal akhirnya bisa terselesaikan.

Untuk yang sudah lupa sama part sebelumnya, bisa klik disini. Happy reading all...

Love at First Sight
Love at First Sight 

Love at First Sight


“Ayo masuk,” aku menoleh kearah Revan yang berdiri disampingku, saat ini aku sudah berada didepan rumah Pria itu dengan bingkisan ditanganku, sedikit ragu memasuki rumah pria ini yang sepertinya dikarenakan rencana yang aku susun. Setelah memaksa untuk membawaku kerumahnya untuk kencan kali ini namun saat tiba dirumahnya ini terasa lebih aneh lagi. Bagaimana bisa aku yang meminta sendiri untuk kerumah pria yang sering dirumah sendiri ini. Terlebih lagi dengan status pacaran ini membuat timeingnya sedikit membuatku gugup.

“Kenapa? Kamu kan sudah pernah kerumahku sebelumnya, ayolah...” kembali Revan menyadarkanku dari rasa gugupku dan kali ini Revan mengatakannya sambil melangkah memasuki rumahnya, dengan sedikit ragu aku memaksakan diri untuk melangkah memasuki rumah pria itu. Terlihat masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya.

“Seperti biasanya, orang tuaku sedang berada dikantor. Sementara adikku masih berada disekolah. Meskipun aku tidak tau kenapa kamu memaksa untuk kencan kali ini dirumah, tapi aku senang karena kamu mau bersamaku hari ini,” lanjut Revan sambil tersenyum dan duduk diruang tengah.

“Sebenarnya ada yang ingin aku lakukan,” ucapku sedikit gugup. Revan terdiam dan menatapku menungguku melanjutkan ucapanku, dalam hati aku sedikit menimbang apakah aku harus mengatakannya atau mengurungkan niatku, namun sudah setengah jalan dan ini benar-benar memalukan jika harus membatalkannya.

“Iya?” tanya Revan karena aku masih terdiam.

“Dan aku membutuhkan kamarmu untuk melakukannya,” jawabku cepat. Secepat yang aku bisa untuk mengurangi rasa gugup yang aku rasakan. Revan terdiam sesaat dan kemudian menatapku dengan mata terbuka lebar karena kaget.

“Eeehhh?” ucapnya kaget, kemudian Revan mendekat kearahku dan dari expresinya aku yakin dia mulai ragu untuk mengatakan apapun yang sedang ia fikirkan “Me.. memangnya apa yang akan kamu lakukan? Devi, ini benar-benar tidak lucu. Aku tau kita saling menyukai, dan saat ini masih darah muda, namun... saat ini aku... apakah pesonaku benar-benar separah itu untuk menaklukanmu?” lanjut Revan yang langsung membuatku mengerutkan kening bingung.

“Tunggu,... apakah ada hubungannya dengan melakukan hal ini dikamarmu dengan pesona yang kamu pancarkan. Ehem, maksudku... baiklah aku memang terpesona denganmu, namun aku ingin melakukannya karena aku menyukaimu,” ucapku setelah berfikir beberapa saat. Sedikit khawatir, apakah Revan sudah mengetahui rencanaku dan ia menolakku untuk merayakan ulang tahunnya?

“Kamu sedang menggodaku ya?” tanya Revan setelah beberapa saat terdiam selesai mencerna ucapanku, membuatku menaikkan sebelah alisku karena bingung mendengar pernyataannya “Karena bagaimanapun aku seorang pria, apakah ini yang kamu maksudkan dengan ingin kencan dirumahku saat kedua orangtuaku tidak dirumah? Melakukan sesuatu dikamarku? Jadi maksudmu kita akan... Aduh,” Revan mengaduh karena pukulan dibahunya yang aku layangkan sesaat sebelum ia menyelesaikan ucapannya.

“Bagaimana kalau aku juga memukul kepalamu agar kembali berfikiran normal?” tanyaku sambil menggenggam kelima jariku yang dengan cepat membuat Revan menghindar dan kembali duduk ditempatnya semula, aku menatap kesal kearahnya saat menyadari pria itu benar-benar salah paham akan maksudku.

“Apakah aku salah?” tanya Revan kemudian dengan sikap malunya. Aku yang beberapa saat lalu kesal justru malah merasa geli melihat tingkah pria ini. Astaga, bahkan disaat seperti ini tingkahnya benar-benar menggemaskan. Mana boleh pria dewasa sepertinya bersikap menggemaskan, bahkan membuat jantungku berdetak tidak karuan karenanya. Ini jelas pelanggaran dan tentu aku bisa menuntutnya dengan kasus percobaan pembunuhan bukan? Karena jelas jantungku seolah ingin keluar dari rongganya.

“Heuuffhhh...” aku menghembuskan nafas berat, berusaha untuk tidak melanjutkan keterpesonaanku akan sikapnya untuk melanjutkan rencanaku yang tertunda “Aku tidak tau kalau kamu akan berfikir demikian, tapi percayalah aku hanya membutuhkan kamarmu untuk beberapa keperluan,” lanjutku.

“Misalnya?” tanya Revan masih tidak mengerti.

“Rahasia, jadi apakah kamu mengizinkannya?” tanyaku kemudian sambil tersenyum. Revan tampak berfikir sesaat, namun kemudian perlahan ia mengangguk meski dengan sedikit keraguan yang terpancar diwajahnya.

“Baiklah. Ayo ikut aku,” ajak Revan sambil berdiri, aku mengikutinya dibelakang dengan barang bawaanku. Kemudian Revan membuka salah satu pintu ruangan yang tak jauh dari ruang tamu. Aku melangkah memasuki kamarnya kemudian meletakkan barang bawaanku diatas kasur, saat Revan melangkah ikut memasuki kamarnya aku segera mendorongnya keluar.

“Sudahku bilang aku membutuhkan bantuan bukan?” tanyaku memastikan. Revan kemudian menangguk, masih tidak tau dengan rencana yang aku buat.

“Kemudian, apa yang bisa aku lakukan?” tanya Revan.

“Emm, entahlah... sebaiknya apa yaa?” aku berfikir sesaat, kemudian melirik jam ditanganku, waktu yang aku butuhkan sekitar 2 jam untuk mendekorasi kamarnya, namun tentu saja pria ini tidak boleh berada disini saat itu berlangsung, namun membiarkan pria itu menunggu diluar juga bukan pilihan yang tepat “Aha, aku punya ide. Bagaimana jika kamu memasakkanku sesuatu?” tanyaku kemudian.

“Memangnya apa yang ingin kamu makan?” Revan balik bertanya.

“Apa yang bisa kamu hidangkan untukku dalam waktu 2 jam? Sesuatu yang special tentunya, untuk kencan kita kali ini. Sebenarnya aku sedang ingin makan yang manis-manis,” Lanjutku sambil tersenyum, Revan berfikir sesaat.

“Sesuatu yang manis? Sepertinya aku bisa melakukannya, kalau aku diberi kesempatan untuk berbelanja bahannya terlebih dahulu,” jawab Revan.

“Setuju,” ucapku langsung, mengingat pria itu akan berbelanja terlebih dahulu tentu akan menambah waktuku mempersiapkan dekorasi kamarnya “Baiklah, segera cari apapun yang kamu butuhkan dan masakkan sesuatu untukku ya. Dan ingat, jangan menggangguku dalam waktu 2 jam kedepan, oke?” tanyaku memastikan. Revan mengangguk setelah berfikir sesaat, aku membalasnya dengan senyum kemenangan dan berbalik memasuki kamarnya. Siap melanjutkan rencanaku berikutnya.

Saat untuk kedua kalinya aku memasuki kamar pria itu barulah aku memperhatikan sekelilingku, tidak jauh berbeda dengan kamar kebanyakan orang. Disini terdapat tempat tidur untuk seorang yang masih rapi, meja belajar dengan beberapa tumpukan buku yang juga tersusun rapi, lemari pakaian yang terutup, bebearapa mainan yang tersusun rapi dimeja samping tempat tidur, beberapa poster grup band yang masih terkenal, dan beberapa foto yang masih terpajang. Aku menghampiri salah satu bingkai foto yang berada disamping meja belajarnya dan seketika tersenyum.

Ingat akan fotoku dan Revan yang diambil beberapa waktu lalu saat kencan pertama yang dilakukannya secara paksa untuk membalasku karena menghindarinya setelah menyatakan cintaku. Kemudian disamping fotonya tertulis ‘Aku dan segala hal yang kuinginkan dalam hidup’ membuatku makin terpesona pada pria itu. Sepertinya dia memang cukup manis, tidak salahkan kalau aku semakin menyukainya.

“Baiklah, saat membuat kejutan...” ucapku sendiri dan melangkah menghampiri barang yang aku letakkan diatas kasur tadi, siap mendekorasi kamar pria itu untuk pesta ulang tahunnya.

Love at First Sight


“Agghhh... Lelahh...” Aku merentangkan kedua tanganku setelah merebahkan diri dikasur kamar Revan, pandanganku tertuju keatas langit-langit kamar yang sudah selesai kupasang dengan beberapa juntaian mainan hiasan kamar, tepat diatas pintu terdapat balon kertas yang biasa digunakan untuk pesta ulang tahun, namun kali ini karena aku yang membuatnya sendiri tentunya dengan isi yang berbeda. Aku melirik jam tanganku dan masih ada 20 menit lagi sebelum 2 jam berlalu. Terdengar notif pesan masuk dihpku dan segera aku meraihnya.

Aku membaca pesan yang tertera dan segera bangkit berdiri, perlahan aku keluar dari kamar dan melangkah keluar pintu depan. Setelah memastikan Revan masih sibuk didapur rumahnya. Aku membuka pintu depan dan seorang pria berdiri didepanku sambil membawa kotak ditangannya.

Aku menerima pesan antar yang diberikan dan membawanya masuk kerumah setelah tanda tangan bahwa pesan sudah kuterima, perlahan aku masuk kembali kekamar Revan dan mengeluarkan cake dari dalam kotak kardus yang tadi diantar dan meletakkannya diatas meja tepat ditengah ruang kamar. Aku kembali melirik jam tanganku, dan kali ini aku melangkah kearah samping pintu untuk mengikatkan tali dipintu kamar dan membawa tali penghubung yang terikat dibalon kertas kearah pintu lemari agar saat pintu terbuka balon kertas akan pecah dan jatuh dibawah orang yang membuka pintu.

Aku mendengar suara langkah kaki yang mendekati pintu dan segera kumatikan lampu kamar agar suasana diruangan menjadi gelap dan hanya ditemani cahaya lilin dari cake yang berada diatas meja sebelumnya aku persiapkan.

“Devi, dua jam sudah berlalu. Kamu masih didalam kan?” tanya Revan setelah mengetuk pintu, aku diam tanpa menjawab pertanyaannya. Kudengar Revan kembali mengetuk pintu memastikan aku masih didalam kamar dan kemudian knop pintu terdengar ditekan agar pintu terbuka, kemudian perlahan aku mendengar pintu kamar didorong membuat tali yang tadi terulur dilemari lepas, samar-samar karena lampu kamar mati aku melihat balon diatas pintu bergoyang.

‘Daarr,...’ Bersamaan dengan suara balon yang pecah aku menghidupkan terompet dengan dua kali tiup.

“Happy Birthday....” Ucapku kemudian sambil bertepuk tangan, ruangan yang masih samar-samar hanya dengan cahaya lilin itu membuat bayangan Revan tidak terlihat, namun aku yakin dengan senyuman dibibirnya itu membuatku sadar jika pria itu pasti terkejut dengan kejutanku kali ini.

“Kamu yang membuat semuanya?” tanya Revan sambil menghampiriku.

“Tentu saja. Ayo sini tiup lilinnya,” ajakku dan duduk disamping meja berisi cake ulang tahun untuk Revan, perlahan pria itu berjalan kearahku dan ikut duduk disampingku. Aku menyanyikan lagu selamat ulang tahun sambil bertepuk tangan memberikan selamat padanya.

“Make u wish dulu ya. Baru kemudian tiup lilinnya,” ucapku setelah menyelesaikan nyanyianku. Revan masih terdiam kemudian menutup matanya, baru meniup lilin didepannya. Aku bertepuk tangan melihatnya.

“Selamat ya, semoga tercapai segala cita-cita dan harapannya. Selamat hari menua Revan...” ucapku kemudian. Revan tersenyum dan mengangguk.

“Terimakasih Devi, aku tidak tau denga semua kejutan ini. Percayalah, ini ulang tahun terbaik yang pernah aku lewati,” ucap Revan sambil tersenyum. Aku juga melakukan hal yang sama, kemudian meminta Revan untuk memotong cake ulang tahunnya.

Setelah selesai memotong cake dan juga berfoto, Revan membawa semua masakannya kekamar dan aku bisa menikmatinya bersama Revan dengan ruangan yang sudah ku dekorasi. Tampak lebih manis, setelah menyelesaikan makan aku membantu Revan membereskannya. Kemudian Revan membawaku ketaras samping rumahnya yang terdapat bangku dibawah pohon yang Rindang.

Sambil menikmati udara yang sejuk disore hari, dan secangkir teh hangat. Aku menghabiskan waktu bersama Revan untuk melewati hari menua pria itu. Hari ini terasa lebih menyenangkan dari sebelumnya, sepertinya pesona pria itu justru semakin hari semakin bertambah saja. Aku mengeluarkan sekotak bingkisan kecil dari dalam tas dan memberikannya pada Revan.

“Untukmu,” ucapku sambil tersenyum. Revan menerimanya setelah mengatakan terimakasih, kemudian membukanya. Senyuman senang itu kembali menghiasai bibirnya, membuatku merasa sama sekali tidak menyesali untuk apapun yang aku lakukan hari ini.

“Aku sangat-sangat-sangat berterimakasih padamu untuk hari ini,” jawab Revan sambil memelukku senang. Aku yang mendapat pelukan tiba-tiba itu langsung terdiam kaget, bagaimana bisa pria ini tidak kasian dengan jantungku yang sedari tadi terus berdetak kencang ini. Namun disaat yang bersamaan juga terasa menenangkan.

“Aku baru tau kalau kamu ternyata bisa romantis juga,” ucap Revan setelah melepaskan pelukannya, tentu saja hal itu membuat pipiku terasa panas, pasti sekarang wajahku sudah memerah karena malu “Apa karena pesonaku yang membuatku makin menyukaiku,?” lanjut Revan yang kali ini membuatku menatapnya kesal, sejak kapan pria ini suka menggodaku dan membuatku malu seperti ini.

“Jangan membuatku menyesal telah melakukannya,” ancamku sambil cemberut yang malah dibalas dengan tawa oleh Revan, senang menikmati kekesalan yang aku rasakan, benar-benar menyebalkan. Bagaimana bisa pria menyebalkan ini malah sering sekali membuatku tertarik.

“Baiklah. Aku juga menyukaimu,” ucap Revan sambil tersenyum. Dan kali ini wajahnya mendekat kearahku, kemudian mencium keningku perlahan. Langsung saja kupu-kupu dalam perutku yang sebelumnya mulai tenang kembali terasa berterbangan. “Tetaplah bersamaku,” lanjut Revan dan kali ini aku mengangguk memastikannya. Love at first sight? Kenapa enggak?

The End

Detail cerita Love at First Sight

Tidak ada komentar:

Posting Komentar