Cerpen Cinta Love at First Sight ~ Part 20

Sepertinya sudah lama banget ini Cerbung hiatus ya, Love at First Sight kali ini ternyata sudah part 20, mungkin akan berakhir pada part 22.

Part sebelumnya Love at first sight part 19 kalau sudah lupa bisa diklik disini. Over all, happy raeding yaaa...

Cerpen Cinta Love at First Sight ~ Part 20
Cerpen Cinta Love at First Sight ~ Part 20

Love at First Sight


Aku berdehem pendek untuk mencairkan suasana saat atmosfer disekelilingku berubah drastis, bahkan sepertinya aku hampir lupa bagaimana caranya bernafas dengan benar, terasa sedikit sesak namun bukan dalam artian yang buruk. Paham akan kekalahanku saat bertatapan dengan Revan membuat jantungku makin menggila membuatku mengalihkan pandanganku dan menunduk.

Perlahan aku merasakan tangan Revan yang tadinya dipipiku ditarik turun, dan detik yang sama aku merasakan ada sesuatu yang hilang dalam diriku, seakan tidak rela saat tangan itu dijejalkan dengan paksa disaku celana sekolahnya. Sebelum aku tersadar Revan sudah mundur dua langkah, memperluas jarak diantara kami, sedikit perasaan lega membanjiri diriku, namun disaat yang sama juga seolah tidak terima akan itu.

“Maaf, sepertinya aku kelewatan. Masuklah, aku akan menelfonmu nanti,” ucap Revan setelah beberapa saat yang terdengar ditelingaku dengan nada berat, aku menatap kearahnya. Mekipun wajahnya tersenyum, aku sangat menyadari adanya kekecewaan dari matanya. Tidak, aku tidak menginginkan ini terjadi.

“Aku pulang ya,” kembali untuk kedua kalinya revan mengatakan kalimat yang sama dan kali ini apakah aku akan melakukan hal yang sama untuk kembali menahannya, sebelum aku sempat berfikir, sepertinya gerak refleksku lebih cepat dari yang kuduga.

Sebelum aku menyadari apa yang terjadi, kini tubuhku sudah bergerak sendiri kearah pria didepanku dan memeluknya erat, aku merasakan detak jantungku yang menggila dan dengan posisi kepalaku yang menyandar didadanya membuatku menyadari bahwa jantung Revan juga tidak kalah berdetak cepat. Dalam pelukannya aku menyadari pria ini yang masih terdiam, seolah tidak mempercayai apa yang aku lakukan.

“Aku mencintaimu,” ucapku sebelum disetujui oleh fikiranku sendiri, karena sepertinya hati dan fikiranku sedang tidak bekerja sama. Untuk beberapa saat suasana mendadak sunyi, sepertinya Revan belum mendapatkan kesadarannya kembali, aku tersenyum saat detak jantung Revan makin menggila ditelingaku.

“Tunggu,” ucapku sambil mengeratkan pelukanku saat menyadari tangan Revan berusaha menarikku kembali untuk melihat wajahku, saat ini yang aku yakini pasti sedang memerah “Biarkan tetap seperti ini. Aku tidak bisa melihat wajahmu karena malu,” lanjutku kemudian, dan terdengar kekehan kecil dari Revan, tanpa melihat wajahnya aku yakini pria ini pasti menertawakanku karena tidak tau dengan jalan fikiranku sendiri, dalam hati aku berguman jangankan pria ini aku sendiri tidak memahaminya.

“Ehem, baiklah. Tapi kalau kamu lupa kita sedang berada tepat didepan rumahmu,” bisik Revan tepat ditelingaku yang dengan cepat langsung membuatku melepaskan diri darinya dan mundur beberapa langkah kemudian menunduk, tidak berani menatap wajahnya sama sekali.

“Eee sepertinya aku harus masuk sekarang,” ucapku dengan gugup dan merapikan rambutku tanpa berani menatapnya sama sekali “Aku akan menemuimu besok, sekarang kamu pulanglah, hati-hati dijalan. Daaa...” lanjutku dengan cepat. Bahkan aku mengatakannya dengan satu tarikan nafas, sama sekali tidak membiarkan Revan memotong ucapanku, bahkan aku langung berjalan cepat memasuki halaman rumahku, meninggalkan Revan sendiri.

“Sampai ketemu besok, aku menunggumu. Mulai hari ini kamu adalah milikku,” samar-samar aku masih mendengar teriakan Revan dibelakangku yang makin membuatku mempercepat langkah kakiku memasuki rumah tanpa berani menoleh. Bahkan aku berusaha untuk menutupi wajahku berjaga-jaga jika ada tetangga yang mendengarnya. Memalukan sekali tingkahku ini, lalu apa yang akan terjadi dengan besok. Arrgh, Devi. Bagaimana kamu akan bertanggung jawab dengan apa yang terjadi hari ini.

Love at First Sight


Mengingat apa yang terjadi satu hari yang lalu masih membuatku merasa tidak tenang, bahkan jantungku masih belum bisa bertindak normal seperti biasanya. Jangankan untuk bertemu dengan pria itu, bahkan saat ini aku saja tidak bisa untuk menggerakkan kakiku memasuki kelas. Aku mengintip dari balik pintu perpustakaan kearah koridor kelasku. Tepat kearah pria yang sedang memasuki kelasku sendiri.

Aku menghindarinya. Lagi? Ah sudahlah, terserah saja apa pendapatnya. Yang jelas saat ini aku sedang tidak bisa untuk bertemu dengannya, tidak tau apa yang akan aku lakukan atau katakan, bahkan aku sendiri tidak tau bagaimana harus bersikap. Setelah mempermalukan diriku sendiri dihadapannya kemaren sore. Kini aku justru malah mengindarinya, menghindari pria itu yang tampak masih mencariku. Bahkan saat malam tiba, berkali-kali panggilan dari pria itu tidak bisa aku angkat. Perasaan canggung justru malah semakin kurasakan.

Aku sedikit menghembuskan nafas lega saat melihat Revan yang keluar dari kelasku dan melangkah pergi, kemudian bell berbunyi menandakan pelajaran pertama akan segera dimulai. Aku melangkah perlahan kearah ruang kelas sambil sekekali memperhatikan sekeliling, persis seperti seekor kucing yang ingin memburu mangsanya. Saat akhirnya aku mendudukan diriku dikursiku sedikit kelegaan itu muncul kepermukaan. Akhirnya aku bisa bernafas kembali.

“Dari mana saja kamu? Dicariin Revan tau,” ucapan Olive membuatku menoleh, kemudian nyengir kuda. Menghindari apapun pertanyaannya sebisaku, dan berharap banyak seseorang yang selalu tau akan rahasiaku tanpa aku ceritakan ini tidak mengetahui apa yang aku fikirkan dan rasakan kali ini.

“Perpustakaan,” jawabku sambil mengeluarkan buku dari dalam tasku. Olive yang mendengarnya langsung menoleh kaget kearahku, sesuai yang kuduga. Gadis ini pasti menangkap keanehan dari ulahku “Sudah, pak Ridwan udah masuk tuh. Dilarang ngobrol,” lanjutku sebelum Olive menyuarakan rasa penasrannya.

Love at First Sight


Akhirnya tiga hari berlalu begitu saja, lagi-lagi aku menghindar untuk bertemu Revan, namun meskipun begitu aku selalu merindukannya. Entah apa yang aku rasakan saat ini nyata atau hanya ilusi, yang jelas setiap pagi hingga siang aku akan mati-matian menghindar dari pria itu dengan berbagai macam cara, kemudian malam harinya aku akan terus menyesali sikapku ini.

Namun lagi-lagi, meskipun begitu. Aku juga tidak bisa untuk bertemu dengannya tanpa merasa canggung. Seperti yang aku lakukan saat ini, bersembunyi dibalik pohon sambil memperhatikan Revan yang tampak sedang kebingungan mencari seseorang yang aku yakini diriku sendiri. Ahh bertapa ambigunya perasaan ini. Seperti Dejavu, aku juga pernah menghindarinya sebelum ini. Namun kali ini jelas karena alasan yang berbeda.

Aku kembali menghintip dari balik pohon sambil harap-harap cemas Revan segera pergi dari tempatnya agar aku bisa masuk kekelas tanpa sepengetahuannya, karena jarak kelas dan tempat ku saat ini hanya berjarak satu ruangan. Dan jalan satu-satunya adalah melewati tempat Revan berdiri. Sepertinya pria itu sengaja untuk berdiri disana menungguku, yakin aku pasti melewati tempat itu untuk masuk kekelasku.

“Huffh,...” aku menghembuskan nafas lega saat menyadari Revan sudah tidak ada ditempatnya. Aku celingak-celinguk sekali lagi untuk memastikan situasi aman terkendali.

“Nyari siapa?” pertanyaan seseorang yang tepat disampingku membuatku melonjak kaget dan tanpa sadar kakiku tersandung dan menyebabkanku jatuh ketanah, terdengar sedikit jeritan mengaduh yang kusadari ternyata dari mulutku sendiri.

“Eehh... Revan...” ucapku sedikit gugup, rasa sakit dipunggungku terasa menguap begitu saja karena tergantikan rasa malu dan serba salah untuk melakukan sesuatu. Aku sama sekali tidak berani menatap kearah Revan yang aku yakini akan memarahiku kali ini.

“Kamu baik-baik saja,?” pertanyaan santai dari Revan membuatku memberanikan diri menatap kearahnya, tampak senyuman manis itu sedikit menenangkanku, dan dengan sedikit ragu tanganku terulur menyentuh tangan Revan yang masih terulur kearahku siap membantuku berdiri.

“Ehem, iya. Terimakasih,” ucapku sedikit canggung setelah berhasil berdiri dengan baik.

“Oke, lain kali lebih hati-hati ya. Aku senang akhirnya bisa melihatmu kembali,” ucap Revan sambil tersenyum. Aku sama sekali tidak tau apa yang ada dalam fikirannya setelah mendapatiku terang-terangan menghindarinya seperti ini.

“Akkuuu...” ucapku tertahan, bingung harus mengatakan apa dalam situasi yang tidak pernah aku bayangkan ini.

“Tidak apa-apa...” ucap Revan menenangkan sambil menyentuh kepalaku dengan lembut, aku menatap kearahnya. Dan dengan pasti melihat tatapan kelegaan dari matanya, “Aku kekelas lagi yah, entar jam istirahat kita makan dikantin, aku jemput.” Lanjut Revan dan kemudian berlalu. Sedikit perasaan aneh dalam hatiku melihat tingkahnya. Bahkan seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya, apakah sama sekali tidak masalah jika aku terus menghindarinya. Perlahan aku meyentuh dada kiriku yang tiba-tiba terasa nyeri.

“Dan jangan berfikir untuk menghindariku lagi,” ucapan Revan membuatku segera menatap kearahnya, tampak Revan yang berhenti beberapa jarak didepan tanpa menoleh “Kali ini aku memaafkanmu, kalau kamu lupa kamu masih milikku sekarang,” lanjut Revan sambil memutar pandangannya kearahku tanpa berbalik. Seketika jantungku langsung berdetak cepat, Revan mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum manis, kemudian benar-benar melangkah pergi meninggalkanku.

Satu kenyataan itu entah kenapa membuatku tersenyum, rasa nyeri yang tadi menyusup dalam hatiku tampak menguap begitu mendengar ucapannya. Menyenangkan, aku melangkah ringan memasuki area sekolah dan berjalan perlahan kearah kelasku, menyadari satu kenyataan Revan menyebut aku miliknya tampak cukup membahagiakan. Pria itu, sepertinya benar-benar menawanku sepenuhnya.

Bersambung...

Berlanjut ke Cerpen Cinta Love at First Sight Part 21

Detail cerita Love at First Sight

Tidak ada komentar:

Posting Komentar