Masih adakah yang nungguin kelanjutan dari Cerpen Cinta Love at First Sight yang nggak tau kapan endingnya ini?
Langsung saja deh, yang sudah penasaran langsung dibaca aja ya. Dan untuk yang udah lupa sama cerpen sebelumnya, langsung klik aja disini. Happy reading yaaa.
“Ehem, aku tidak ada hubungan apapun dengan David,” jawab Olive setelah beberapa saat terdiam, aku masih menatap curiga kearahnya. Bagaimana bisa dengan lukisan ditanganku dia masih mengatakan tidak ada apa-apa.
“Lalu, bagaimana kamu menjelaskan yang terjadi disini?” tanyaku sambil menyodorkan lukisan ditanganku kearah Olive, dan yah aku sukses membuat matanya membulat lebar. Kaget dengan apa yang telah dilihatnya. Disitu jelas sekali wajah Olive dan David disebuah pantai, meski aku tidak bisa membaca fikirannya tapi dengan expresinya yang seperti itu membuatku yakin kalau ada yang sudah aku lewatkan.
“Cherry, dari mana kamu mendapatkan ini?” tanya Olive langsung dengan pandangan yang kali ini belum bisa aku tafsirkan “Bagaimana bisa pria gila ini bahkan menghantuiku hingga sejauh ini,” lanjutnya yang membuatku bingung.
“Aku hanya melukis sesuatu yang menurutku menarik, jadi kamu harus berterimakasih karena aku berbaik hati untuk mengabadikan moment romantis ini, khusus buatmu” jawab Cherry dengan senyum sempurnanya. Entah kenapa kali ini aku tidak melihat senyum misteriusnya, entah karena keisengannya sudah menguap begitu saja, atau karena expresi serius dari Olive yang membuatnya mengurungkan niat untuk mengisengi gadis itu, yah setidaknya mereka belum saling kenal sejauh itu.
“Jelaskan padaku apa yang sudah aku lewatkan selama dua minggu terakhir?” tanyaku langsung, berusaha untuk tidak terlalu perduli dengan kemana jalan fikiran Cherry saat ini.
“Pria gila itu berhasil membuatku gila beneran akibat ulahnya. Aku tidak bermakud untuk menyembunyikan apapun darimu, hanya saja. Selama dua minggu terakhir kamu sendiri yang tidak menghabiskan waktu denganku, bahkan aku sendiri tidak diberi kesempatan untuk mengetahui kabarmu, aku bisa saja memaksa untuk cerita. Namun melihat keadaan mirismu dua minggu terakhir membuatku mengurungkan niatku dan akhirnya membiarkan pria gila itu bertindak semaunya,” keluh Olive yang membuatku membulatkan mata kaget.
“Apa yang sudah pria gila itu lakukan?” tanyaku kesal, awas saja kalau hal buruk terjadi pada sahabatku gara-gara ulah kelakuan gilanya, aku baru ingat. Aku meinggalkan sahabatku bersama pria gila karena sebelum ini aku tidak memikirkan apapun.
“Yahh sejujurnya kehadirannya tidak sepenuhnya buruk, bahkan beberapa kali justru dia hadir disaat-saat yang tepat. Awalnya aku memang terus menghindari dia, bahkan aku sering menghindarinya sebisaku. Namun hal itu justru membuatnya semakin mendekatiku dan terus mengatakan bahwa dia menyukaiku, hingga sekarang semua tindakannya membuatku terbiasa. Dan tanpaku sadari mungkin aku mulai menyukainya, setidaknya aku sudah tidak menganggapnya buruk lagi. Kenyataan itu membuatku merasa dia sudah membuatku gila karena pesonanya,” ucapan Olive membuatku kaget, David? Apa yang pria gila itu lakukan sampai membuat sahabatku menyukainya.
“Jadi kalian pacaran?” tanyaku langsung.
“Tidak,!” jawab Olive cepat, secepat yang bisa dilakukan setelah mencerna pertanyaanku. Sedikit kelegaan menjalari hatiku, setidaknya mereka belum sampai tahap pacaran. Hufh,
“Sayang sekali, awalnya aku sempat iri dengan moment kalian berdua yang romantis. Berbeda denganku yang ditembak dengan moment yang sama sekali tidak pas dan jauh dari kata romantis. Aku yakin saat itu David atau siapapun itu sedang menembakmu, kenapa kamu tolak?” tanya Cherry yang membuatku menoleh kaget. Tunggu, Cherry punya pacar?
“Itu tidak seromantis yang terlihat Cherry, percayalah padaku. Dan yah, aku menolaknya. Lagian itu bukan kali pertama pria itu mengatakan menyukaiku. Jadi kamu pacaran?” tanya Olive.
“Emm yahh bisa dibilang begitu. Kenapa harus menolak saat seseorang yang jelas-jelas kita suka menyatakan perasaannya. Sebelum diambil orang lain, hhehehhe” ucapan Cherry membuatku menoleh dan mencerna dengan fikiran terbuka. Bukankah selama ini Revan selalu mengatakan menyukaiku, dan sekarang dia beneran diambil orang. Dan sekarang Olive menyukai David, meskipun aku tidak yakin David menyukainya tapi kenapa aku harus menjadi penghalang diatara mereka.
“Kamu benar, mungkin sebaiknya aku terima saja David kemaren...” kata Olive sambil menundukkan kepalanya sedikit merasa bersalah dengan keputusannya menolak pria itu.
“Tenang saja, kalau dia beneran menyukaimu. Pasti dia akan kembali meminta jawabanmu, sekarang hanya dengan reaksimu saja, kalau kamu memang menginginkannya. Cukup memberikan kode kok, atau kamu boleh mengatakannya, aku yakin pria itu akan suka,” nasehat Cherry sambil tersenyum.
“Baiklah, mungkin aku memang harus mengatakan pada pria itu. Sepertinya dia berhasil membuatku memprioritaskannya dari kepentinganku yang lain, jadi Devi kamu tidak keberatan bukan?” tanya Olive kearahku yang masih terdiam.
“Bagaimana bisa kalian pacaran disaat sahabat kalian patahati seperi ini,?” keluhku langsung.
“Apa yang terjadi, bukannya kamu sudah tidak menyukai Revan lagi ya?” tanya Olive yang membuatku menatapnya bingung, bagaimana mungkin aku tidak menyukai Revan lagi.
“Aku tidak mengatakan kalau aku tidak menyukainya,” bantahku cepat.
“Lalu, apa maksudmu dengan membiarkan gadis kecentilan itu menempel pada Revan seperti permen karet. Bahkan kamu sendiri menjauh dengan sendirinya, kamu sengaja membiarkan Revan bersama gadis itu?” ucapan Olive membuatku tersadar akan satu kesalahan. Bagaimana bisa aku membiarkan Revan bersama gadis lain begitu saja.
“Tapi, bukankah Revan menyukai gadis itu?” ucapku lirih.
“Kamu yakin? Bukannnya kamu sendiri yang memberikan kesempatan buat mereka?” tanya Olive yang membuatku terdiam “Devi, meskipun aku tidak tau apa yang kamu fikirkan karena kamu tidak pernah mengatakannya padaku, tapi satu yang pasti. Fikiran kita nggak semuanya benar, apalagi tentang sebuah perasaan. Aku yakin Revan bukan pria seburuk yang kamu fikirkan,” lanjutnya yang membuatku semakin bungkam.
Benar, justru akulah yang memberikan kesempatan pada mereka. Kalau memang gadis itu menyukai Revan lalu apa masalahnya, bahkan aku sendiri justru menjauh sebelum hal itu terjadi, meskipun ini berat mungkin Revan juga merasakan hal yang sama, bahkan aku mengabaikannnya hanya karena fikiranku sendiri. Setelah selama ini, apakah Revan masih mau berteman denganku lagi, atau paling tidak apakah dia masih mau bertemu denganku.
Huffh...
Aku menghembuskan nafas dengan berat, menikmati angin yang menerpa helaian rambutku, mataku tertutup untuk bisa merasakan udara segar yang ku hirup dalam-dalam sebelum mengeluarkannya, berusaha untuk memenuhi kesegaran dalam diriku, berusaha sebaik mungkin untuk membuat perasaanku menjadi lebih baik.
Istirahat makan siang aku lagi-lagi menghabiskannya ditaman belakang sekolah, duduk disalah satu bangku panjang yang kosong, taman belakang sekolah selalu kosong dijam istirahat pertama, karena banyak anak-anak yang lebih ingin menghabiskan waktu istirahat mereka dikantin. Tadinya aku sudah mengumpulkan sebanyak keberanian yang aku punya untuk menyapa Revan, namun sebelum hal itu sempat dilakukan, kakiku sendiri malah lagi-lagi melangkah ketempat persembunyian ini.
“Akhirnya aku bisa menemukanmu,” ucapan bernada berat itu membuatku membuka mataku dan kaget saat menyadari makhluk yang sedang aku hindari duduk tepat disampingku, apakah aku terlalu menikmati suasana hingga tertidur dan bermimpi seperti ini.
“Dua minggu terakhir aku terus mengirim pesan untukmu, tapi tidak dibalas. Aku fikir mungkin kamu sedang sibuk, karena kamu juga tidak membacanya, tapi kemarin. Pesanku terbaca dan kamu sengaja mengabaikannya. Apa yang terjadi?” pertanyaan Revan lagi-lagi membuatku bungkam, bukan hanya karena aku tidak bisa menjawab, tapi tidak menyangka kalau Revan akan mencariku sampai sejauh itu.
“Expresimu menyebalkan!” keluhnya “Awalnya aku ingin menumpahkan semua kekesalanku karena ulahmu itu, tapi dengan expresi seperti ini bagiamana aku bisa melakukannya,” lanjutnya sambil menyentuh pipiku, yang aku yakini seketika itu juga pasti wajahku memerah karena malu.
“Ahhh aku lelah,” Revan terus mengoceh meskipun aku hanya terdiam, dan sebelum aku sempat menyadari apa yang terjadi Revan sudah lebih dulu membaringkan kepalanya dipangkuanku dengan mata tertutup, kaget dengan apa yang dia lakukan membuat perutku beraksi aneh, seolah puluhan kupu-kupu berterbangan memaksa untuk keluar.
“Revan, apa yang kamu lakukan?” tanyaku sambil menyentuh tubuhnya untuk membuat Revan pindah dari posisinya, namun dengan cepat tanganku malah ditahannya bahkan tanpa membuka matanya.
“Biarkan sebentar lagi, dua minggu terakhir aku benar-benar tidak bisa istirahat dengan tenang, kamu tidak melihat kelopak mataku menghitam. Dan entah kenapa saat akhhirnya aku bisa bertemu denganmu seperti ini malah membuatku cukup mengantuk,” ucapan Revan membuatku terdiam, berusaha untuk menenangkan diri dari perasaan senang yang baru kali ini aku rasakan "Gunakan waktu ini untuk membuatku intropeksi diri,"
Aku melirik jam tangan ditanganku, baru 5 menit berlalu namun aku merasakan hembusan nafas Revan yang teratur dengan mata tertutup dipangkuanku sementara tangannya menahan tanganku dengan lemas, membuatku yakin kalau ia sudah tertidur pulas. Tanpa sadar senyuman mengembang dari bibirku tanpa bisa menahan kesenangan yang membuncah dalam diriku. Bahan aku waktu bisa terhenti lebih lama lagi.
Bersambung
Berlanjut ke cerpen cinta love at first sight part 16
Detail cerpen Love at Firs Sight
Langsung saja deh, yang sudah penasaran langsung dibaca aja ya. Dan untuk yang udah lupa sama cerpen sebelumnya, langsung klik aja disini. Happy reading yaaa.
Cerpen Cinta Love at First Sight ~ Part 14 |
Love at First Sight
“Ehem, aku tidak ada hubungan apapun dengan David,” jawab Olive setelah beberapa saat terdiam, aku masih menatap curiga kearahnya. Bagaimana bisa dengan lukisan ditanganku dia masih mengatakan tidak ada apa-apa.
“Lalu, bagaimana kamu menjelaskan yang terjadi disini?” tanyaku sambil menyodorkan lukisan ditanganku kearah Olive, dan yah aku sukses membuat matanya membulat lebar. Kaget dengan apa yang telah dilihatnya. Disitu jelas sekali wajah Olive dan David disebuah pantai, meski aku tidak bisa membaca fikirannya tapi dengan expresinya yang seperti itu membuatku yakin kalau ada yang sudah aku lewatkan.
“Cherry, dari mana kamu mendapatkan ini?” tanya Olive langsung dengan pandangan yang kali ini belum bisa aku tafsirkan “Bagaimana bisa pria gila ini bahkan menghantuiku hingga sejauh ini,” lanjutnya yang membuatku bingung.
“Aku hanya melukis sesuatu yang menurutku menarik, jadi kamu harus berterimakasih karena aku berbaik hati untuk mengabadikan moment romantis ini, khusus buatmu” jawab Cherry dengan senyum sempurnanya. Entah kenapa kali ini aku tidak melihat senyum misteriusnya, entah karena keisengannya sudah menguap begitu saja, atau karena expresi serius dari Olive yang membuatnya mengurungkan niat untuk mengisengi gadis itu, yah setidaknya mereka belum saling kenal sejauh itu.
“Jelaskan padaku apa yang sudah aku lewatkan selama dua minggu terakhir?” tanyaku langsung, berusaha untuk tidak terlalu perduli dengan kemana jalan fikiran Cherry saat ini.
“Pria gila itu berhasil membuatku gila beneran akibat ulahnya. Aku tidak bermakud untuk menyembunyikan apapun darimu, hanya saja. Selama dua minggu terakhir kamu sendiri yang tidak menghabiskan waktu denganku, bahkan aku sendiri tidak diberi kesempatan untuk mengetahui kabarmu, aku bisa saja memaksa untuk cerita. Namun melihat keadaan mirismu dua minggu terakhir membuatku mengurungkan niatku dan akhirnya membiarkan pria gila itu bertindak semaunya,” keluh Olive yang membuatku membulatkan mata kaget.
“Apa yang sudah pria gila itu lakukan?” tanyaku kesal, awas saja kalau hal buruk terjadi pada sahabatku gara-gara ulah kelakuan gilanya, aku baru ingat. Aku meinggalkan sahabatku bersama pria gila karena sebelum ini aku tidak memikirkan apapun.
“Yahh sejujurnya kehadirannya tidak sepenuhnya buruk, bahkan beberapa kali justru dia hadir disaat-saat yang tepat. Awalnya aku memang terus menghindari dia, bahkan aku sering menghindarinya sebisaku. Namun hal itu justru membuatnya semakin mendekatiku dan terus mengatakan bahwa dia menyukaiku, hingga sekarang semua tindakannya membuatku terbiasa. Dan tanpaku sadari mungkin aku mulai menyukainya, setidaknya aku sudah tidak menganggapnya buruk lagi. Kenyataan itu membuatku merasa dia sudah membuatku gila karena pesonanya,” ucapan Olive membuatku kaget, David? Apa yang pria gila itu lakukan sampai membuat sahabatku menyukainya.
“Jadi kalian pacaran?” tanyaku langsung.
“Tidak,!” jawab Olive cepat, secepat yang bisa dilakukan setelah mencerna pertanyaanku. Sedikit kelegaan menjalari hatiku, setidaknya mereka belum sampai tahap pacaran. Hufh,
“Sayang sekali, awalnya aku sempat iri dengan moment kalian berdua yang romantis. Berbeda denganku yang ditembak dengan moment yang sama sekali tidak pas dan jauh dari kata romantis. Aku yakin saat itu David atau siapapun itu sedang menembakmu, kenapa kamu tolak?” tanya Cherry yang membuatku menoleh kaget. Tunggu, Cherry punya pacar?
“Itu tidak seromantis yang terlihat Cherry, percayalah padaku. Dan yah, aku menolaknya. Lagian itu bukan kali pertama pria itu mengatakan menyukaiku. Jadi kamu pacaran?” tanya Olive.
“Emm yahh bisa dibilang begitu. Kenapa harus menolak saat seseorang yang jelas-jelas kita suka menyatakan perasaannya. Sebelum diambil orang lain, hhehehhe” ucapan Cherry membuatku menoleh dan mencerna dengan fikiran terbuka. Bukankah selama ini Revan selalu mengatakan menyukaiku, dan sekarang dia beneran diambil orang. Dan sekarang Olive menyukai David, meskipun aku tidak yakin David menyukainya tapi kenapa aku harus menjadi penghalang diatara mereka.
“Kamu benar, mungkin sebaiknya aku terima saja David kemaren...” kata Olive sambil menundukkan kepalanya sedikit merasa bersalah dengan keputusannya menolak pria itu.
“Tenang saja, kalau dia beneran menyukaimu. Pasti dia akan kembali meminta jawabanmu, sekarang hanya dengan reaksimu saja, kalau kamu memang menginginkannya. Cukup memberikan kode kok, atau kamu boleh mengatakannya, aku yakin pria itu akan suka,” nasehat Cherry sambil tersenyum.
“Baiklah, mungkin aku memang harus mengatakan pada pria itu. Sepertinya dia berhasil membuatku memprioritaskannya dari kepentinganku yang lain, jadi Devi kamu tidak keberatan bukan?” tanya Olive kearahku yang masih terdiam.
“Bagaimana bisa kalian pacaran disaat sahabat kalian patahati seperi ini,?” keluhku langsung.
“Apa yang terjadi, bukannya kamu sudah tidak menyukai Revan lagi ya?” tanya Olive yang membuatku menatapnya bingung, bagaimana mungkin aku tidak menyukai Revan lagi.
“Aku tidak mengatakan kalau aku tidak menyukainya,” bantahku cepat.
“Lalu, apa maksudmu dengan membiarkan gadis kecentilan itu menempel pada Revan seperti permen karet. Bahkan kamu sendiri menjauh dengan sendirinya, kamu sengaja membiarkan Revan bersama gadis itu?” ucapan Olive membuatku tersadar akan satu kesalahan. Bagaimana bisa aku membiarkan Revan bersama gadis lain begitu saja.
“Tapi, bukankah Revan menyukai gadis itu?” ucapku lirih.
“Kamu yakin? Bukannnya kamu sendiri yang memberikan kesempatan buat mereka?” tanya Olive yang membuatku terdiam “Devi, meskipun aku tidak tau apa yang kamu fikirkan karena kamu tidak pernah mengatakannya padaku, tapi satu yang pasti. Fikiran kita nggak semuanya benar, apalagi tentang sebuah perasaan. Aku yakin Revan bukan pria seburuk yang kamu fikirkan,” lanjutnya yang membuatku semakin bungkam.
Benar, justru akulah yang memberikan kesempatan pada mereka. Kalau memang gadis itu menyukai Revan lalu apa masalahnya, bahkan aku sendiri justru menjauh sebelum hal itu terjadi, meskipun ini berat mungkin Revan juga merasakan hal yang sama, bahkan aku mengabaikannnya hanya karena fikiranku sendiri. Setelah selama ini, apakah Revan masih mau berteman denganku lagi, atau paling tidak apakah dia masih mau bertemu denganku.
Love at First Sight
Huffh...
Aku menghembuskan nafas dengan berat, menikmati angin yang menerpa helaian rambutku, mataku tertutup untuk bisa merasakan udara segar yang ku hirup dalam-dalam sebelum mengeluarkannya, berusaha untuk memenuhi kesegaran dalam diriku, berusaha sebaik mungkin untuk membuat perasaanku menjadi lebih baik.
Istirahat makan siang aku lagi-lagi menghabiskannya ditaman belakang sekolah, duduk disalah satu bangku panjang yang kosong, taman belakang sekolah selalu kosong dijam istirahat pertama, karena banyak anak-anak yang lebih ingin menghabiskan waktu istirahat mereka dikantin. Tadinya aku sudah mengumpulkan sebanyak keberanian yang aku punya untuk menyapa Revan, namun sebelum hal itu sempat dilakukan, kakiku sendiri malah lagi-lagi melangkah ketempat persembunyian ini.
“Akhirnya aku bisa menemukanmu,” ucapan bernada berat itu membuatku membuka mataku dan kaget saat menyadari makhluk yang sedang aku hindari duduk tepat disampingku, apakah aku terlalu menikmati suasana hingga tertidur dan bermimpi seperti ini.
“Dua minggu terakhir aku terus mengirim pesan untukmu, tapi tidak dibalas. Aku fikir mungkin kamu sedang sibuk, karena kamu juga tidak membacanya, tapi kemarin. Pesanku terbaca dan kamu sengaja mengabaikannya. Apa yang terjadi?” pertanyaan Revan lagi-lagi membuatku bungkam, bukan hanya karena aku tidak bisa menjawab, tapi tidak menyangka kalau Revan akan mencariku sampai sejauh itu.
“Expresimu menyebalkan!” keluhnya “Awalnya aku ingin menumpahkan semua kekesalanku karena ulahmu itu, tapi dengan expresi seperti ini bagiamana aku bisa melakukannya,” lanjutnya sambil menyentuh pipiku, yang aku yakini seketika itu juga pasti wajahku memerah karena malu.
“Ahhh aku lelah,” Revan terus mengoceh meskipun aku hanya terdiam, dan sebelum aku sempat menyadari apa yang terjadi Revan sudah lebih dulu membaringkan kepalanya dipangkuanku dengan mata tertutup, kaget dengan apa yang dia lakukan membuat perutku beraksi aneh, seolah puluhan kupu-kupu berterbangan memaksa untuk keluar.
“Revan, apa yang kamu lakukan?” tanyaku sambil menyentuh tubuhnya untuk membuat Revan pindah dari posisinya, namun dengan cepat tanganku malah ditahannya bahkan tanpa membuka matanya.
“Biarkan sebentar lagi, dua minggu terakhir aku benar-benar tidak bisa istirahat dengan tenang, kamu tidak melihat kelopak mataku menghitam. Dan entah kenapa saat akhhirnya aku bisa bertemu denganmu seperti ini malah membuatku cukup mengantuk,” ucapan Revan membuatku terdiam, berusaha untuk menenangkan diri dari perasaan senang yang baru kali ini aku rasakan "Gunakan waktu ini untuk membuatku intropeksi diri,"
Aku melirik jam tangan ditanganku, baru 5 menit berlalu namun aku merasakan hembusan nafas Revan yang teratur dengan mata tertutup dipangkuanku sementara tangannya menahan tanganku dengan lemas, membuatku yakin kalau ia sudah tertidur pulas. Tanpa sadar senyuman mengembang dari bibirku tanpa bisa menahan kesenangan yang membuncah dalam diriku. Bahan aku waktu bisa terhenti lebih lama lagi.
Bersambung
Berlanjut ke cerpen cinta love at first sight part 16
Detail cerpen Love at Firs Sight
- Judul cerpen : Love at Firs Sight
- Penulis : Mia mulyani
- Panjang : 1.288 Word
- Serial : Part 14
- Genre : Cinta, Romantis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar