Cerpen Cinta My Idola ~ 02

Nah berhubung cerpen cinta My Idola part 01 sudah dirapikan. Sekarang lanjut ke part selanjutnya lagi.

Cerpen cinta My idola part 02 ini nggak banyak yang berubah, tapi paling nggak bisa lebih dipersingkatlah. Dan ngebuang mana kalimat yang serpertinya terlalu sering diulang. Happy reading ya all...


Cerpen Cinta My Idola ~ 02


Cerpen Cinta My Idola


Pelan-pelan gue membuka mata yang terasa begitu berat. Dengan lemah, gue mencoba mengangkat tangan kanan gue. Berat! Lalu gue kembali berusaha menggerakkan tangan kiri gue, sama. Berat. Tapi gue tetap berusaha meski membutuhkan tenaga yang begitu besar. Gue mengerjab-ngerbkan mata gue dan melihat kesekeliling, bau obat-obatan langsung menyerang indra penciuman gue. Ruangan ini juga tampak begitu asing dimata gue, lalu apakah gue masih hidup??? Tapi walau begitu gue sangat yakin ini bukan surga. Walau ada sedikit perasaan hangat yang menjalar dalam tubuh gue, dan gue yakin itu berasal dari tangan kanan gue yang terasa berat. Dengan cepat gue menoleh. Melihat apa yang ada disana.

Mata gue sempat membulat kaget saat menyadari pria itu tertidur disana, tepat disamping gue. Kemudian saat akhirnya gue bisa menguasai keadaan, bukannya mendorongnya menjauh, Justru yang gue lakukan malah menatapnya. Sekilas senyuman bertengger dibibir gue melihatnya dalam keadaan baik-baik saja. Setidaknya dia masih bisa berada disini, bukan terbaring seperti gue. Dan bahkan gue bisa memperhatikannya tanpa harus merasa malu, dan tanpa sadar mungkin gue sudah mencintai pria ini. Pria dengan tingkat keplayboyan yang seharusnya gue benci. Tapi yah, rasa tidak memandang rupa bukan?

"Ayo, kembalilah kedunia," ucapan Ivan refleks membuatku memejamkan mata dengan cepat. Pura-pura tidur, namun sepertinya itu tidak membuahkan hasil "Exting loe kurang menyakinkan," keluhnya yang mau nggak mau membuatku membuka mata dan langsung menatap tepat kearahnya.

"Ehem, gue haus..." ucapku akhirnya untuk mengurangi kecanggungan yang ada. Ivan meraih gelas diatas meja dan memberikannya kearah gue, dan karena tangan gue yang terasa masih sulit untuk digerakan, akhirnya Ivan membantu gue minum dengan meminum minuman ditangannya. Eh enggak dink, dia meraih pippet untuk mempermudah gue minum. Setelah selesai dengan cekatan Ivan membantu gue mengelap bibir gue dengan tissue. Asli, mungkin muka gue udah semerah tomat. Eh tapi ini anak santai aja dink.

"Nyusahin banget sih loe jadi cewek," ucapan tidak berperasaan itu langsung merasuki indra pendengaran gue dan membuat gue menoleh kearahnya dengan kaget.

"Iya sama-sama..." ucapku setelah kemudian menenangkan diri. Bahkan aku berusaha untuk sambil tersenyum mengucapkannya, tampak pria itu menatapku tajam. Perlahan gue melihat dalam tatapannya ada kemarahan disana. Oke, ini nggak lucu lagi. Sejak kapan nyelametin orang adalah tindakan kejahatan.

"Gue nggak suka," ucap Ivan ketus, dan membuat gue langsung terdiam. Kalau tiba-tiba gue dibunuh disini kan nggak bakalan ada yang bisa nolongin, dan gue sendiri juga nggak bisa bela diri, ditambah dengan keadaan kayak gini. Atau gue harus teriak aja kali ya, inikan rumah sakit. Setidaknya kalau dia macam-macam gue masih bisa diselamatkan. Atau gue...

"Gue takut loe kenapa-kenapa..." lanjut Ivan yang langsung menghentikan apapun yang sedang gue fikirkan. Dan dari nadanya jelas terdengar frustasi "Memangnya loe bisa jadi cewek bodoh yang gimana lagi sih?" ucapnya sambil menatap gue tajam. See, dia lebih menyeramkan dari yang gue duga. Dan mulutnya sepertinya benar-benar perlu dikasi sajen lebih banyak, barokah banget kalau ngomong. Nggak pake saring sama sekali, masa orang sakit dimarahin sih. Nggak bisa nunggu sembuh dulu apa.

"Gue peringatin sama loe untuk yang pertama dan terakhir kali," kata Ivan lagi dengan menekankan ucapannya yang membuat gue sedikit menahan nafas karena takut, auranya terasa lebih gelap daripada biasanya "Jangan pernah ngebahayain diri loe sendiri apapun alasannya, memangnya loe fikir loe punya nyawa berapa," lanjutnya yang bukannya takut gue malah tidak bisa menahan senyuman yang langsung melengkung manis.

"Terimakasih sudah khawatir," ucap gue yang lagi-lagi diluar dugaan, terbukti dengan tatapan tajamnya yang langsung terjurus kearah gue. Sementara gue hanya mengangkat kedua bahu tanda tidak perduli. Setidaknya itu yang gue simpulkan dari kemarahannya. Gue cukup positif thingking kan? Namun kalimat balasan dari Ivan lagi-lagi membuat senyum manisku menatap tajam kearahnya.

"Loe suka sama gue ya?" tanya Ivan langsung, yang dengan cepat langsung gue usahain untuk menstabilkan kembali detak jantung gue namun justru itu jantung malah berdetak makin menggila. Yang membuat pandangan Ivan bukannya kearah gue malah menatap kearah monitor yang berada tepat disamping gue, monitor yang memperlihatkan detakan jantung gue.

"Sepertinya ada masalah sama itu alat," ucap gue langsung sebelum Ivan melanjutkan kalimatnya. Sebelah alis Ivan langsung terangkat dan menatap gue dengan senyum terkulum. Brengsek, expresinya malah membuat jantung gue makin lepas kendali.

"Gue buktikan ya," ucapnya sambil mendekatkan wajahnya kearah gue yang sama sekali tidak tau apa yang ia fikirkan.

"Lo... Loe mau ngapain?" tanya gue takut-takut sambil menahan nafas, Tapi Ivan yang tepat berada didepan gue ini tidak menunjukkan reaksi akan menjawab pertanyaan itu. Dan saat jarak diantara kita hanya tinggal beberapa cm lagi, bahkan gue bisa merasakan hembusan nafasnya tepat diwajah gue. Sebelum gue sempat bereaksi, ternyata jantung gue lebih dulu memulaiya. Bunyi detakan keras itu sampai membuat gue dan makhluk songong ini menoleh kearah layar monitor.

"See, gue bener kan?" goda Ivan yang dengan cepat kemudian menarik wajahnya menjauh. Wajah gue udah memanas dan rasa malu jelas terasa gara-gara ulah gilanya. Bahkan pria ini jelas terlihat sedang menikmati kemenangannya.

"Itu karena gue takut. Ivan," gue berkilah. Yang membuat Ivan langsung menatapku seolah berfikir, gue yakin sedikit banyak ia juga mengiyakan alasan yang gue katakan.

"Ahh, loe benar-benar nggak asik," Ucap Ivan dengan wajah kecewanya yang justru malah membuat senyumku terkulum. Ternyata ini anak juga bisa bersikap imut ya, sebelum gue melaksanakan ide untuk menggodanya pria itu lebih dulu melangkah pergi. Meninggalkan gue yang akhirnya hanya bisa mengantar kepergiannya dengan tatapan gemes.

Cerpen Cinta My Idola


Renddy dan Ilham baru saja keluar dari ruangan saat menjenguk gue dirumah sakit. Dan meskipun keadaan gue sudah lebih baik, namun dokter masih belum membolehkan gue untuk pulang. Dan hampir seharian gue terbaring tanpa kesadaran disini, mengingat orang tua gue yang tidak tinggal bersama, tentu saja tidak ada keluarga yang menemani gue disini. Tapi untungnya luka yang gue terima tidak terlalu parah, jadi tidak masalah kalau gue akan mengabari orang tua gue nanti. Setidaknya gue tidak mau membuat mereka khawatir. Ditambah lagi Ivan selalu menamani gue disini, meskipun lebih banyak ia habiskan waktu dengan diam.

Dari cerita Renddy dan Ilham, mereka baru pertama kalinya melihat Ivan secemas dan seabsurd itu, mengingat betapa frustasinya pria itu saat membawa gue kerumah sakit. Bahkan ia tidak memberikan kesempatan dokter untuk memeriksa dirinya yang juga terluka. Meskipun luka yang ia terima hanya disiku lengannya, pria itu bahkan nekat menggendong gue langsung masuk kerumah sakit tanpa menunggu ranjang dorong untuk gue setelah keluar dari taxi. Meskipun gue seneng dengan perhatiannya namun gue juga tau itu hanya tindakan refleks karena ia merasa bersalah akan apa yang gue alami kan?

Terlebih lagi mereka mengatakan itu pertama kalinya mereka melihat kalau seorang Ivan bisa menangis, bahkan menangis karena gue. Terus menyalahkan dirinya sendiri dan berharap gue nggak kenapa-kenapa. Satu kenyataan yang sampai saat ini membuat gue masih bisa tersenyum tentu saja ungkapan dari mereka yang mengatakan mungkin Ivan sudah jatuh cinta sama gue. Seorang playboy seperti Ivan bisa jatuh cinta? Ah you know lah, dia nggak mungkin akan menjadikan gue salah satu dari gadis yang akan ia putuskan setiap hari itu bukan?

Sayangnya, sekali lagi gue katakan. Cinta datang tanpa bisa dipaksa dan harus dengan siapa. Sebagus apapun tipe cowok idaman. Sehebat apapun kriteria yang harus ia miliki. Kalau loe udah ketemu sama yang namanya cinta. Mau dia seorang bajingan sekalipun, itu terlihat baik-baik saja. Kemudian dalam hati gue berguman 'Ah pantas saja gadis-gadis itu selalu mengejar-ngejarnya dan menjadikannya seorang idola'.

Kalau gue juga berharap hal yang sama, apakah itu bisa dimaklumi? Tuhan, kenapa harus dia yang gue sukai untuk pertama kali. Kenapa harus dia, sesosok yang mungkin tidak bisa gue miliki. Setidaknya gue masih bisa berkaca diri, kalaupun akhirnya bersama, dengan orang yang notabenya playboy. Pasti bukanlah pilihan yang tepat bukan?

Bersambung ke Cerpen cinta My Idola part 03

Detail cerita My Idola

Tidak ada komentar:

Posting Komentar