Ehem, ceritanya sih lagi ngerapiin cerpen sebelum-sebelumnya yang ternyata typo bertebaran dimana-mana. Jadi kali ini paling nggak bisa lebih enak lah dilihat dari sebelumnya. Dan pilihan pertama jatuh di Cerpen cinta My Idola.
Langsung saja kita liad ceritanya bagaimana. Sebelumnya bisa juga membaca postingan Sebelumnya Cerpen Misteri Sepucuk Surat Terakhir. Over All, Happy Reading saja lah yaa...
“Kita Putus,” Kata Ivan.
“Apa? Putus?!” Cisa kaget.
“Iya. Pu-tus,” tegas Ivan dan siap melangkah pergi, tapi Cisa langsung menahannya dengan cepat.
“Tapi Van, kenapa?” Tanya Cisa dan tanpa sadar matanya sudah mulai berkaca-kaca.
“Karna gue nggak suka sama loe,” jawaban santai ivan membuat cekalan ditangannya lepas, sebelum sang gadis melanjutkan untuk menahannya, ia sudah melangkah pergi. Meninggalkan gadis yang baru saja menjadi mantan pacarnya menangis dengan keputusan sepihak yang ia berikan.
Kenalin nama gue 'Seril', dan ini adalah hari pertama gue masuk kekampus ini. Salah satu kampus yang berdidi dikota ini, 'UNIBA' Universitas Batam yang kebetulan lokasinya nggak jauh dari rumah kostan yang gue tinggalin. Yah, ini juga baru pertama kalinya gue disini, mengingat beasiswa yang gue terima berada dikota ini, akhirnya gue memutuskan untuk lanjut pendidikan dan meninggalkan 'zona aman' tinggal sama orang tua.
Punya otak encer juga nggak segampang yang orang fikirin loh, karena disini sebelum ini, gue udah mati-matian belajar tanpa mengenal kehidupan luar itu bagaimana. And you know, pengalaman yang gue punya sejauh ini hanya setakat pengetahuan, bukan praktek. Inilah saatnya membangun diri dengan manambah ilmu tentang fakta dari kerasnya hidup sebenarnya. Meski akhir yang gue dapat juga nggak mengecewakan, terbukti dengan adanya gue disini, dengan modal otak yang gue punya setidaknya gue nggak terlalu membebankan orang tua untuk melanjutkan pendidikan.
Masih dengan suasana menyesuaikan diri, gue melangkah santai sambil memperhatikan dan terkadang mengagumi cipta karya manisa ini, saat kemudian pandangan gue terhenti pada sesosok cowok yang dengan tanpa prasaannya melangkah pergi dari hadapan seorang gadis yang masih terisak ditempatnya. Dalam hati gue mendengus, kesan pertama yang gue berikan untuknya 'Nggak punya prasaan'.
Tidak mau terlalu ambil pusing akan kejadian yang secara kebetulan terlihat, gue kembali melanjutkan langkah. Tanpa sadar gue sudah berada dilorong koridor yang tampak masih sepi, atau mungkin memang selalu sepi. Hanya ada beberapa ruang dengan pintu tertutup, takut kalau sampai nyasar, gue memutuskan untuk berbelok ditikungan untuk melangkah balik, yang tampa gue sempat berfikir lebih lanjut tau-tau tubuh gue sudah berhasil mendarat dilantai setelah terdengar suara tubrukan.
"Aduh,.." Terdengar suara seseorang mengaduh yang baru gue sadari kalau itu suara gue sendiri, kemudian pandangan gue beralih kesosok yang seharusnya tidak ada disana sebelumnya. Makhluk itu tampak menatap gue dengan pandangan yang sulit diartikan, bahkan adegan kliese ini mengingatkan gue akan adegan wajib dari 'Drama korea' yang sering gue tonton. You know, adegan slow emotion yang tiba-tiba membuat wajah biasa dari sang aktor menjadi dua kali lipat lebih menyilaukan. Yups, sepertinya gue menjadi salah satu diantara mereka yang terpesona akan makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini.
Masih dengan tema yang sama 'Terpesona' gue terdiam ditempat, bahkan gue masih terdiam saat pria itu melangkah mendekat tepat didepanku, berjongkok untuk mensejajarkan wajahnya denganku, yang dalam hati gue langsung berujar 'Gue jatuh cinta' kalau dia sempat ngulurin tangan buat nolongin gue. Tapi sepertinya khayalan memanglah hanya sebuah khayalan. Karena kata yang terlontar dari mulut sang idola ini justru malah membuat gue melotot kaget karenanya.
“Loe bisa bangun sendiri kan?” Pernyataan dengan nada santai dan seolah malas-malasan itu terus terngiang diingatanku, dan sebelum gue sempat berfikir lebih lanjut, gerak refleksku lebih cepat dari yang gue duga karena detik itu juga gue langsung berdiri. Pria itu masih dengan sikap santainya menegakkan tubuhnya kembali kemudian menatapku dengan tampang malas-malasannya. Seolah gue mungkin hanya salah satu 'laler' yang kebetulan ditemuinya tanpa sengaja.
“Huh, kenapa sih setiap cewek itu sama? Selalu terpesona sama gue” keluhnya skeptis yang membuat gue langsung mati-matian menahan emosi. Tenang, ini hari pertama gue disini, nggak lucu kan kalau belum apa-apa gue udah punya musuh.
“Maaf sekali. Sayangnya, itu nggak berpengaruh buat gue,” Balas gue setelah berhasil menstabilkan emosi dan gue bahkan mencoba untuk mengatakannya dengan sebuah senyuman yang gue usahan terlihat manis. Pria itu mengangkat sebelah alisnya dan kembali menatap gue untuk memastikan.
“Benarkah?" Tanyanya sambil mendekatkan wajahnya, menatap tepat kearah mataku untuk mencari sebuah kebohongan disana. Dan detik itulah yang gue gunakan untuk mengingat siapa wajah yang tidak asing ini diingatanku. Dan tanpa butuh waktu lama, otak encer gue langsung meningat kalau pria ini adalah pria yang sama yang gue lihat sedang membuat gadis cantik itu menangis.
“Ivan!” Suara teriakan bernada nyaring itu membuyarkan ramalan pria dihadapan gue ini tentang mendeteksi kebohongan gue, dan membuyarkan kebodohan gue karena sempat terpesona akan pria nggak berperasaan sebelumnya.
“Iya. Ada apa Raf?” Cowok yang berdiri didepanku berujar, oh jadi dia namanya Ivan.
“Yee dicariin dari tadi juga, katanya mau ngobrol sama cisa, ehh nggak taunya malah asik pacaran,” jawab temennya yang membuat gue kaget. Tunggu, sepertinya ada yang harus diralat disini.
“DIA BUKAN PACAR GUE!!!” ralat gue dan cowok yang bernama Ivan ini berbarengan. Dengan cepat gue menoleh kearahnya yang juga melakukan hal yang sama. Dan membuat gue dengan cepat membuang wajah menatap kearah lain. Tanpa gue sadari ternyata dia juga melakukan hal yang sama.
“Eeehhh... Oh, iya deh kalau bukan. Ya udah, yuk van” ajak temennya, Ivan melangkah mengikuti ajakan itu “Siapa dia?” Samar-samar gue mendengar pertanyaan yang dilontarkan kearah Ivan.
“Biasa... cewek yang you know lahh,” Jawab Ivan yang jelas membuat gue kesal, yang gue yakini kalau kalimat itu menandakan cewek-cewek yang terpesona akan ketampanannya. Kesal karena memang kenyataannya ternyata gue juga terpesona yang sebisa mungkin gue tahan.
Tanpa terasa, waktu terus berlalu. Gue sudah berada dikampus ini 1 bulan. Dan sejauh ini suasana masih aman terkendali, pelajaran yang gue dapat juga bisa dipahami dengan mudah, tentunya kesenangan ini akan lebih bagus lagi kalau pria itu tidak ada. Dia-yang-tidak-boleh-disebut-namanya selalu saja membuat gue eneg dan merasa berdosa karena sudah mencacinya hampir setiap hari. Bagaimana tidak, pria itu dengan seenaknya justru sering kali mempertontonkan keputusan sepihaknya yang memutuskan seorang gadis.
Gue sendiri heran, cara berpacarannya itu gimana sih, kenapa setiap gue bertemu dengannya selalu sedang melakukan hal yang sama, masa iya setiap hari tugasnya mutusin cewek. Yang bener saja lah, dan selalu seolah dejavu. Kenapa setiap gue menghindar dari menjadi saksi akan kepalsuan cintanya itu gue harus bertemu dengannya. Dengan cara yang selalu sama, tubuh gue yang mendarat dilantai ulah dari cecunguk satu ini. Demen banget sih nabrak orang.
Dan dengan polosnya ini anak selalu saja mengatakan kalimat yang sama 'Loe bisa bangung sendiri kan?' Sumpah ya gue doain mandul tujuh keturunan. Eh tunggu deh, sejak kapan mandul bisa punya keturunan? Ah sudahlah, tidak perlu terlalu ambil pusing tentang itu. Meskipun dalam hati gue masih saja merasa mubazir wajahnya yang memang pantas jadi idola itu dengan tingkahnya yang seamburadul itu. Huh, tenggelamkan saja dia dilaut merah.
“Seril,” mendengar nama gue dipanggil, gue pun menoleh keasal suara.
“Renddy? Ada apa?” Tanya gue begitu melihat siapa yang nyamperin gue.
“Loe mau kemana?” Tanya Renddy.
“Pulang,” jawab gue singkat.
“Sekarang?”
“Nggax. Nungguin jumpa pers dulu,” jawab gue ngasal.
"Yaudah ayok sekalian bareng gue. Kayaknya bentar lagi fans gue pada turun ini..." kata Renddy setelah melirik jamnya sekilas. Gue langsung mencibir mendengarnya, memang sih ini anak juga termasuk salah satu idola kampus. Tapi luar dalem juga dia cocok, meskipun notabenya dua juga termasuk salah satu temen-temennya si kunyuk satu ini, tapi sifatnya jelas berbanding balik. Keramahan Renddy ini lah yang membuat gue akhirnya bisa berahabat sama dia, tepatnya saat dia yang bantuin gue seminggu lalu karena jatuh tertabrak Ivan dikoridor kampus.
"Lah dia malah ikutan ngayal. Jadi loe sendiri mau kemana?" tanya gue berusaha menariknya dari dunia khayalan.
"Tadinya sih mau nawarin loe sekalian balik bareng. Kita kan juga searah," jawab Renddy dan mengikuti langkahku. Wah, Rezeki anak solahah mah gitu, kan untung hemat ongkos.
“Emmm, gratis kan?” tanya gue sok mikir dulu.
“Awalnya sih, tapi kalau loe mau bayar juga nggax apa-apa kok. Dengan jadi pacar gue misalnya” canda Renddy.
“Dengan senang hati... Sekalian nanti gue pulangnya lewat karpet merah kan?" balas gue ikutan bercanda.
"Hahahha, ngayal aja loe panjang-panjangin. Udah, gue ambil kendaraan gue bentar ya. Tunggu sini baek-baek yaa..." ucap Renddy sambil mengacak-acak rambutku sebelum kemudian melangkah pergi. Yang langsung membuatku menatapnya protes lalu merapikan rambutku kembali. Namun tiba-tiba tanpa sadar lagi-lagi tubuh gue sudah mendarat dilantai, karena nggak bisa menahan keseimbangan sementara beberapa saat lalu tangan gue digunakan untuk merapikan rambut.
“Adduuuhh...” keluh gue langsung dan bahkan tanpa menatap sang penabrak juga gue sudah bisa menebak orangnya siapa. Sambil nyabar-nyabarin hati gue manatap kearah makhluk songong yang satu ini dan dalam hati berguman kalimat yang sering diucapkannya.
“Loe bisa bangun sendiri kan?” Kemudian dalam hati gue tersenyum, bener kan? Pasti kalimat kramat itu yang dia ucapkan.
"Nggak usah ditanya kalau cuma basa-basi doang," ucap gue sambil berdiri dan mebersihkan tubuh gue yang sedikit kotor "Jadi cowok nggak ada manis-manisnya sih, herannya masih ada aja cewek yang rela diputusin tiap hari," keluhku sambil menatapnya kesal.
“Kenapa?? Loe cemburu?” Tanya Ivan dengan wajah tanpa dosanya.
"Silahkan bermimpi," ucap gue berusaha lebih santai, ngadepin ini orang satu bikin lelah saja kalau pake emosi.
Pria itu tersenyum santai kemudian melangkah pergi. Sebelum melontarkan tatapan nggak percayanya kearah gue, kemudian melangkah pergi yang langsung gue antar dengan tatapan tersadis yang gue miliki. Dengan langkah santainya ia memasangkan handset ketelinganya tanpa menyadari bahaya yang sedang mengancamnya, karena tepat dari arah berlawanan justru sebuah motor melaju kearahnya.
Suara klakson yang berturut-turut langsung menyadarkan gue akan keterkejutan sebelumnya. Yang entah kenapa nafas gue terasa seolah terhenti. Dalam hati gue berujar, Tuhan... Tolong jangan dia.
"Ivan, Awass...!" Jerit gue sekencang yang gue bisa dengan tubuh yang langsung berlari kearahnya secepat yang gue bisa. Menariknya dengan cepat sebelum gue menyesali apa yang terjadi. Namun karena keseimbangan gue belum stabil, setelah berhasil menarik Ivan, gue sendiri justru malah terlempar kesamping dan hantaman keras dikepala, rasa sakit langsung terasa dan terdengar suara Ivan yang menjerit memanggil nama gue dengan nada khawatir dan takut, sebelum kesadaran mulai hilang, gue sempat bersyukur karena Ivan masih baik-baik saja. Kemudian semuanya gelap.
Bersambung ke My Idola part 02
Detail cerita My Idola
Langsung saja kita liad ceritanya bagaimana. Sebelumnya bisa juga membaca postingan Sebelumnya Cerpen Misteri Sepucuk Surat Terakhir. Over All, Happy Reading saja lah yaa...
Cerpen Cinta My Idola
“Kita Putus,” Kata Ivan.
“Apa? Putus?!” Cisa kaget.
“Iya. Pu-tus,” tegas Ivan dan siap melangkah pergi, tapi Cisa langsung menahannya dengan cepat.
“Tapi Van, kenapa?” Tanya Cisa dan tanpa sadar matanya sudah mulai berkaca-kaca.
“Karna gue nggak suka sama loe,” jawaban santai ivan membuat cekalan ditangannya lepas, sebelum sang gadis melanjutkan untuk menahannya, ia sudah melangkah pergi. Meninggalkan gadis yang baru saja menjadi mantan pacarnya menangis dengan keputusan sepihak yang ia berikan.
Cerpen Cinta My Idola
Kenalin nama gue 'Seril', dan ini adalah hari pertama gue masuk kekampus ini. Salah satu kampus yang berdidi dikota ini, 'UNIBA' Universitas Batam yang kebetulan lokasinya nggak jauh dari rumah kostan yang gue tinggalin. Yah, ini juga baru pertama kalinya gue disini, mengingat beasiswa yang gue terima berada dikota ini, akhirnya gue memutuskan untuk lanjut pendidikan dan meninggalkan 'zona aman' tinggal sama orang tua.
Punya otak encer juga nggak segampang yang orang fikirin loh, karena disini sebelum ini, gue udah mati-matian belajar tanpa mengenal kehidupan luar itu bagaimana. And you know, pengalaman yang gue punya sejauh ini hanya setakat pengetahuan, bukan praktek. Inilah saatnya membangun diri dengan manambah ilmu tentang fakta dari kerasnya hidup sebenarnya. Meski akhir yang gue dapat juga nggak mengecewakan, terbukti dengan adanya gue disini, dengan modal otak yang gue punya setidaknya gue nggak terlalu membebankan orang tua untuk melanjutkan pendidikan.
Masih dengan suasana menyesuaikan diri, gue melangkah santai sambil memperhatikan dan terkadang mengagumi cipta karya manisa ini, saat kemudian pandangan gue terhenti pada sesosok cowok yang dengan tanpa prasaannya melangkah pergi dari hadapan seorang gadis yang masih terisak ditempatnya. Dalam hati gue mendengus, kesan pertama yang gue berikan untuknya 'Nggak punya prasaan'.
Tidak mau terlalu ambil pusing akan kejadian yang secara kebetulan terlihat, gue kembali melanjutkan langkah. Tanpa sadar gue sudah berada dilorong koridor yang tampak masih sepi, atau mungkin memang selalu sepi. Hanya ada beberapa ruang dengan pintu tertutup, takut kalau sampai nyasar, gue memutuskan untuk berbelok ditikungan untuk melangkah balik, yang tampa gue sempat berfikir lebih lanjut tau-tau tubuh gue sudah berhasil mendarat dilantai setelah terdengar suara tubrukan.
"Aduh,.." Terdengar suara seseorang mengaduh yang baru gue sadari kalau itu suara gue sendiri, kemudian pandangan gue beralih kesosok yang seharusnya tidak ada disana sebelumnya. Makhluk itu tampak menatap gue dengan pandangan yang sulit diartikan, bahkan adegan kliese ini mengingatkan gue akan adegan wajib dari 'Drama korea' yang sering gue tonton. You know, adegan slow emotion yang tiba-tiba membuat wajah biasa dari sang aktor menjadi dua kali lipat lebih menyilaukan. Yups, sepertinya gue menjadi salah satu diantara mereka yang terpesona akan makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini.
Masih dengan tema yang sama 'Terpesona' gue terdiam ditempat, bahkan gue masih terdiam saat pria itu melangkah mendekat tepat didepanku, berjongkok untuk mensejajarkan wajahnya denganku, yang dalam hati gue langsung berujar 'Gue jatuh cinta' kalau dia sempat ngulurin tangan buat nolongin gue. Tapi sepertinya khayalan memanglah hanya sebuah khayalan. Karena kata yang terlontar dari mulut sang idola ini justru malah membuat gue melotot kaget karenanya.
“Loe bisa bangun sendiri kan?” Pernyataan dengan nada santai dan seolah malas-malasan itu terus terngiang diingatanku, dan sebelum gue sempat berfikir lebih lanjut, gerak refleksku lebih cepat dari yang gue duga karena detik itu juga gue langsung berdiri. Pria itu masih dengan sikap santainya menegakkan tubuhnya kembali kemudian menatapku dengan tampang malas-malasannya. Seolah gue mungkin hanya salah satu 'laler' yang kebetulan ditemuinya tanpa sengaja.
“Huh, kenapa sih setiap cewek itu sama? Selalu terpesona sama gue” keluhnya skeptis yang membuat gue langsung mati-matian menahan emosi. Tenang, ini hari pertama gue disini, nggak lucu kan kalau belum apa-apa gue udah punya musuh.
“Maaf sekali. Sayangnya, itu nggak berpengaruh buat gue,” Balas gue setelah berhasil menstabilkan emosi dan gue bahkan mencoba untuk mengatakannya dengan sebuah senyuman yang gue usahan terlihat manis. Pria itu mengangkat sebelah alisnya dan kembali menatap gue untuk memastikan.
“Benarkah?" Tanyanya sambil mendekatkan wajahnya, menatap tepat kearah mataku untuk mencari sebuah kebohongan disana. Dan detik itulah yang gue gunakan untuk mengingat siapa wajah yang tidak asing ini diingatanku. Dan tanpa butuh waktu lama, otak encer gue langsung meningat kalau pria ini adalah pria yang sama yang gue lihat sedang membuat gadis cantik itu menangis.
“Ivan!” Suara teriakan bernada nyaring itu membuyarkan ramalan pria dihadapan gue ini tentang mendeteksi kebohongan gue, dan membuyarkan kebodohan gue karena sempat terpesona akan pria nggak berperasaan sebelumnya.
“Iya. Ada apa Raf?” Cowok yang berdiri didepanku berujar, oh jadi dia namanya Ivan.
“Yee dicariin dari tadi juga, katanya mau ngobrol sama cisa, ehh nggak taunya malah asik pacaran,” jawab temennya yang membuat gue kaget. Tunggu, sepertinya ada yang harus diralat disini.
“DIA BUKAN PACAR GUE!!!” ralat gue dan cowok yang bernama Ivan ini berbarengan. Dengan cepat gue menoleh kearahnya yang juga melakukan hal yang sama. Dan membuat gue dengan cepat membuang wajah menatap kearah lain. Tanpa gue sadari ternyata dia juga melakukan hal yang sama.
“Eeehhh... Oh, iya deh kalau bukan. Ya udah, yuk van” ajak temennya, Ivan melangkah mengikuti ajakan itu “Siapa dia?” Samar-samar gue mendengar pertanyaan yang dilontarkan kearah Ivan.
“Biasa... cewek yang you know lahh,” Jawab Ivan yang jelas membuat gue kesal, yang gue yakini kalau kalimat itu menandakan cewek-cewek yang terpesona akan ketampanannya. Kesal karena memang kenyataannya ternyata gue juga terpesona yang sebisa mungkin gue tahan.
Cerpen Cinta My Idola
Tanpa terasa, waktu terus berlalu. Gue sudah berada dikampus ini 1 bulan. Dan sejauh ini suasana masih aman terkendali, pelajaran yang gue dapat juga bisa dipahami dengan mudah, tentunya kesenangan ini akan lebih bagus lagi kalau pria itu tidak ada. Dia-yang-tidak-boleh-disebut-namanya selalu saja membuat gue eneg dan merasa berdosa karena sudah mencacinya hampir setiap hari. Bagaimana tidak, pria itu dengan seenaknya justru sering kali mempertontonkan keputusan sepihaknya yang memutuskan seorang gadis.
Gue sendiri heran, cara berpacarannya itu gimana sih, kenapa setiap gue bertemu dengannya selalu sedang melakukan hal yang sama, masa iya setiap hari tugasnya mutusin cewek. Yang bener saja lah, dan selalu seolah dejavu. Kenapa setiap gue menghindar dari menjadi saksi akan kepalsuan cintanya itu gue harus bertemu dengannya. Dengan cara yang selalu sama, tubuh gue yang mendarat dilantai ulah dari cecunguk satu ini. Demen banget sih nabrak orang.
Dan dengan polosnya ini anak selalu saja mengatakan kalimat yang sama 'Loe bisa bangung sendiri kan?' Sumpah ya gue doain mandul tujuh keturunan. Eh tunggu deh, sejak kapan mandul bisa punya keturunan? Ah sudahlah, tidak perlu terlalu ambil pusing tentang itu. Meskipun dalam hati gue masih saja merasa mubazir wajahnya yang memang pantas jadi idola itu dengan tingkahnya yang seamburadul itu. Huh, tenggelamkan saja dia dilaut merah.
“Seril,” mendengar nama gue dipanggil, gue pun menoleh keasal suara.
“Renddy? Ada apa?” Tanya gue begitu melihat siapa yang nyamperin gue.
“Loe mau kemana?” Tanya Renddy.
“Pulang,” jawab gue singkat.
“Sekarang?”
“Nggax. Nungguin jumpa pers dulu,” jawab gue ngasal.
"Yaudah ayok sekalian bareng gue. Kayaknya bentar lagi fans gue pada turun ini..." kata Renddy setelah melirik jamnya sekilas. Gue langsung mencibir mendengarnya, memang sih ini anak juga termasuk salah satu idola kampus. Tapi luar dalem juga dia cocok, meskipun notabenya dua juga termasuk salah satu temen-temennya si kunyuk satu ini, tapi sifatnya jelas berbanding balik. Keramahan Renddy ini lah yang membuat gue akhirnya bisa berahabat sama dia, tepatnya saat dia yang bantuin gue seminggu lalu karena jatuh tertabrak Ivan dikoridor kampus.
"Lah dia malah ikutan ngayal. Jadi loe sendiri mau kemana?" tanya gue berusaha menariknya dari dunia khayalan.
"Tadinya sih mau nawarin loe sekalian balik bareng. Kita kan juga searah," jawab Renddy dan mengikuti langkahku. Wah, Rezeki anak solahah mah gitu, kan untung hemat ongkos.
“Emmm, gratis kan?” tanya gue sok mikir dulu.
“Awalnya sih, tapi kalau loe mau bayar juga nggax apa-apa kok. Dengan jadi pacar gue misalnya” canda Renddy.
“Dengan senang hati... Sekalian nanti gue pulangnya lewat karpet merah kan?" balas gue ikutan bercanda.
"Hahahha, ngayal aja loe panjang-panjangin. Udah, gue ambil kendaraan gue bentar ya. Tunggu sini baek-baek yaa..." ucap Renddy sambil mengacak-acak rambutku sebelum kemudian melangkah pergi. Yang langsung membuatku menatapnya protes lalu merapikan rambutku kembali. Namun tiba-tiba tanpa sadar lagi-lagi tubuh gue sudah mendarat dilantai, karena nggak bisa menahan keseimbangan sementara beberapa saat lalu tangan gue digunakan untuk merapikan rambut.
“Adduuuhh...” keluh gue langsung dan bahkan tanpa menatap sang penabrak juga gue sudah bisa menebak orangnya siapa. Sambil nyabar-nyabarin hati gue manatap kearah makhluk songong yang satu ini dan dalam hati berguman kalimat yang sering diucapkannya.
“Loe bisa bangun sendiri kan?” Kemudian dalam hati gue tersenyum, bener kan? Pasti kalimat kramat itu yang dia ucapkan.
"Nggak usah ditanya kalau cuma basa-basi doang," ucap gue sambil berdiri dan mebersihkan tubuh gue yang sedikit kotor "Jadi cowok nggak ada manis-manisnya sih, herannya masih ada aja cewek yang rela diputusin tiap hari," keluhku sambil menatapnya kesal.
“Kenapa?? Loe cemburu?” Tanya Ivan dengan wajah tanpa dosanya.
"Silahkan bermimpi," ucap gue berusaha lebih santai, ngadepin ini orang satu bikin lelah saja kalau pake emosi.
Pria itu tersenyum santai kemudian melangkah pergi. Sebelum melontarkan tatapan nggak percayanya kearah gue, kemudian melangkah pergi yang langsung gue antar dengan tatapan tersadis yang gue miliki. Dengan langkah santainya ia memasangkan handset ketelinganya tanpa menyadari bahaya yang sedang mengancamnya, karena tepat dari arah berlawanan justru sebuah motor melaju kearahnya.
Suara klakson yang berturut-turut langsung menyadarkan gue akan keterkejutan sebelumnya. Yang entah kenapa nafas gue terasa seolah terhenti. Dalam hati gue berujar, Tuhan... Tolong jangan dia.
"Ivan, Awass...!" Jerit gue sekencang yang gue bisa dengan tubuh yang langsung berlari kearahnya secepat yang gue bisa. Menariknya dengan cepat sebelum gue menyesali apa yang terjadi. Namun karena keseimbangan gue belum stabil, setelah berhasil menarik Ivan, gue sendiri justru malah terlempar kesamping dan hantaman keras dikepala, rasa sakit langsung terasa dan terdengar suara Ivan yang menjerit memanggil nama gue dengan nada khawatir dan takut, sebelum kesadaran mulai hilang, gue sempat bersyukur karena Ivan masih baik-baik saja. Kemudian semuanya gelap.
Bersambung ke My Idola part 02
Detail cerita My Idola
- Judul cerpen : My Idola Part 01
- Penulis : Mia mulyani
- Panjang : 1.615 Word
- Serial : 01 - 05
- Genre : Cinta, Romantis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar