Bingung mau bikin cerpen yang sperti apa lagi, iseng dengerin curhatan teman dulu. Kalau diinget-inget bagus jugaa.. akhirnya dengan menyempatkan waktu bergadang satu malam. Selesai juga nih cerita. Hahaha ngebuuttt... wkwkwk Setelah sebelumnya menyelesaikan Falling in love with friend. Sekarang muncul lagi dengan kisah yangg... yaa ga bisa dibilang jelek juga kan? wkwkkw
Bagi yang penasaran sama gimana ceritanya bisa langsung di cek ajja... Over all, selamat membaca saja laahh yaa... hanya satu part kok... judulnya Sepucuk Surat Terakhir wkwkwk
Selesai shalat, Riia melangkah menuju kamar tidurnya, bahkan mukena yang digunakannya untuk shalat tadi belum terlepas dari tubuhnya, tangannya terulur kearah bawah tempat tidurnya, mengeluarkan sebuah kotak yang tampak sedikit usang karena sudah lama tidak dibersihkan. Entah kenapa, tiba-tiba perasaanya sangat menginginkan melihat apa yang telah lama tersimpan didalamnya.
Riia membongkar isi dari dalam kotaknya dan menemukan beberapa lembar kertas serta mainan yang berada disampingnya. Tangannya terulur mengambil sepucuk surat yang ia dapatkan dua minggu yang lalu. Riia membaca kembali surat yang berada ditangannya.
Riia dan Fatin adalah tetangga dekat, dan keakraban mereka telah lebih dari pada seorang adik dan kakak. Dimana ada Riia pasti disana ada Fatin, begitu juga sebaliknya, Dimana ada Fatin maka disitu ada Riia. Bahkan keluarga mereka juga sangat dekat. Tidak tau bagaimana awal persahabatan mereka tapi sejak pertama kali bertemu mereka sudah memiliki berbagai kesamaan. Mungkin itulah yang membuat persahabatan mereka terjalin dengan begitu erat.
Fatin anak tunggal dikeluarganya, begitu juga dengan Riia usia mereka berdua sama, dan herannya tanggal serta tahun yang menjadi kelahiran mereka juga sama. Dan sejak masuk Sekolah Dasar sampai SMU mereka selalu bersama. Juga sangat kebetulan mereka juga terus menerus sekelas.
Pulang-pergi sekolah mereka selalu bersama, bahkan saat Fatin tidak sekolah karena sakit, maka Riia juga akan bolos dan memilih untuk merawat Fatin. Begitu juga sebaliknya, dan orang tua mereka hanya bisa geleng-geleng kepala melihat ulah anak-anaknya. Begitulah kedekatan persahabatan mereka yang sangat begitu erat.
Untuk urusan pelajaran, semakin hari mereka semakin mendapatkan nilai yang cukup bagus, karena waktu kebersaan mereka selama ini sering dihabiskan untuk belajar bersama, disekolah mereka juga sering berlomba-lomba dalam pelajaran. Jika Fatin juara satu, maka Riia juara dua, dan kadang juga berubah Riia juara satu, dan Fatin juara dua. Tapi meski begitu mereka tidak pernah membenci. Malahan setiap apa yang mereka lakukan selalu bersama-sama dan malah semakin mempererat tali persahabatan mereka.
Selesai SMU Riia mengambil jurusan Akutansi disebuah Perkuliahan, tepatnya lima tahun yang lalu, sementara Fatin sendiri tidak tau ingin melanjutkan pendidikannya kemana, mau mengikuti Riia lagi, atau mengejar cita-citanya sendiri. Dan ungkapan ‘Setiap pertemuan pasti ada perpisahan’ memang benar. Walau mereka berdua sama-sama takut untuk menghapinya, tapi mereka juga tau kalau semua itu pasti akan terjadi juga.
Ingatan Riia kembali kemasa-masa sebelumnya, saat itu hari sudah mulai sore, Fatin datang menemuinya dengan wajah ditekuk dan tampak begitu lemas dan lesu. Benar-benar seolah tiada semangat lagi yang ia rasakan untuk hidup. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria. Dan tidak pernah kehabisan bahan obrolan, tapi saat itu... ntah kenapa ada yang beda dalam diri Fatin.
Lama Riia menunggu, tapi Fatin tetap tidak memulai pembicaraannya. Hanya duduk termenung di pojok halaman rumahnya, suatu ungkapan yang Riia tunggu tidak juga keluar dari bibir Fatin. Membuat Riia terlihat tidak sabar, lalu menatap kearah Fatin yang tampak resah dan sulit mengungkapkan apa yang ingin ia katakan. Keadaan itu tentu membuat Riia makin penasaran dan ikut-ikutan waspada.
“Fatin, ada apa sama kamu? Kenapa dari tadi diem aja. Katanya ada yang mau kamu bicarakan. Aku udah menunggu dari tadi lho” ungkap Riia yang udah nggax sabar menunggu ungkapan Fatin. Membuat Fatin terdiam, lalu menghembuskan nafas panjang, dan menolak menatap kearah Riia.
“Fatin... ayo donk, kasi tau aku. Ada apa ini?” tanya Riia mendesak.
“Riia, kamu pernah berpisah dengan orang yang sangat kamu sayangi nggax?” tanya Fatin dengan nada datar dan sama sekali tidak bersemangat.
“Maksudmu?” tanya Riia.
“Emm, sama keluarga atau saudaramu, atau mungkin berpisah dengan sahabat dekatmu?” tanya Fatin. Refleks Riia menatapnya kaget mencerna kalimat yang baru saja diucapkan sahabat dekatnya, dan tanpa butuh orang yang cukup pintar, Riia sudah tau kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut. Riia menunduk.
“Kamu mau pergi kemana?” tanya Riia langsung.
“London” jawab Fatin singkat.
“Sampai kapan?” tanya Riia lagi. Fatin menggeleng lalu kembali menghembuskan nafas panjang.
“Entahlah, mama dan papa mendapat pekerjaan yang lebih bagus disana” jawab Fatin. Riia tau, mana mungkin mama dan papa Fatin membiarkan Fatin tetap tinggal disini kalau orang tua nya tidak ada. Apalagi Fatin juga anak tunggal dikeluarganya. Sampai waktu mulai gelap mereka masih terdiam dengan fikiran nya masing-masing. Hal ini benar-benar hal paling menyakitkan untuk mereka berdua.
“Kapan kamu berangkat?” tanya Riia memberanikan diri saat Fatin sudah melangkah kepintu pagar rumahnya.
“Minggu depan” Jawaban singkat itu membuat Riia tidak bisa menahan air matanya, ingin ia tanyakan mengapa secepat itu? Tapi ia juga tau dan ia juga sadar. Tidak seharusnya ia tanyakan hal itu. Dan kalau ia nekat untuk bertanya pun tentu Fatin sendiri tidak bisa menjawab pertanyaannya.
Dan akhirnya hari kesedihan itupun tiba, Riia mengantar Fatin menuju bandara dengan berlinang air mata. Drama kesedihan satu babak pun terbentuk, Riia memeluk Fatin erat, mencium pipi dan dahinya. Nggax tau lagi kapan mereka akan bertemu lagi. Mungkin butuh waktu yang begitu lama sampai saat itu tiba.
Untuk menghindari kesedihan dan mengingat semua kenangan bersama Fatin, Riia terus menyibukkan dirinya sendiri. Ia mencoba melakukan hal-hal yang tidak pernah ia lakukan bersama Fatin dulu. Seenggaknya, kesibukan-kesibukan itu bisa membuatnya sedikit melupakan kerinduannya terhadap Fatin.
Bahkan surat-surat yang dikirimkan Fatin hanya satu atau dua dalam setahun, tapi Riia
tidak pernah sanggup untuk membalasnya, hanya surat pertama yang dikirimkan Fatin yang mau dibalas. Bukan, bukan karena Riia tidak lagi mengingkan Fatin, tapi ia tidak mau mengalami kesedihan lagi. Ia ingat saat pertama kali ia membalas surat-surat yang dikirim Fatin. Perasaanya malah semakin tersakiti, dan perasaan rindu itu sulit untuk dilupakanya. Akhirnya ia lebih memilih untuk tidak membalas surat-surat yang telah Fatin kirimkan terhitung sejak lima surat yang lalu.
Surat kelima dari Fatin yang tidak dibalas, tepat pada tanggal 01 januari ini dan itu baru dua minggu yang lalu, tulisan bertinta merah yang khas tulisan tangan Fatin ini sangat Riia kenali. Surat itu terus Riia simpan, karena surat itu merupakan surat terakhir dari sahabat karibnya. Surat terakhir dari Fatin yang menyimpan sebuah Misteri...
Setiap membaca surat-surat dari Fatin, Riia sering tersenyum sendiri. Tersenyum membaca surat dengan tinta merah itu. Fatin memang pantas marah terhadapnya. Dan pada tahun ini, entah kenapa rasanya ada yang lain dari perasaan Riia. Perasaan sedih dan sayu tiba-tiba saja merasuki dirinya. Perasaan yang pernah ia alami pada tahun pertama tanpa Fatin. Dan tentunya itu terjadi pada lima tahun yang lalu.
Dan rasa rindu serta bayangan-bayangan bersama Fatin terus terngiang dalam ingatannya. Rasa rindu yang meluap-luap. Dan perasaan itu terus berlanjut sampai beberapa hari. Dan beberapa hari lalu, Riia bermimpi bertemu Fatin sejak perpisahan lima tahun yang lalu. Riia tidak tau, kenapa harus sekarang? Kenapa tidak dulu-dulu ia bermimpi bertemu Fatin. Dan akhirnya, apa yang menjadi pertanyaan itu terjawab.
Sore itu, tepatnya seminggu setelah surat Fatin berada ditangannya, keluarga Riia mendapat tamu yang benar-benar tidak terduga. Saat itu, Riia sedang duduk bersama keluarganya diruang tamu, dan ada yang mengucapkan salam serta mengetuk pintu rumahnya beberapa kali.
Riia melangkah menghampiri pintu, dan tepat didepannya berdiri dua orang yang sangat ia kenali, meski sudah lima tahun tidak bertemu, tentu saja Riia masih mengenali kedua orang itu, sambil melonjak kegirangan. Riia memanggil mama dan papanya. Tamu yang tidak diduganya pada tahun ini adalah papa dan mama Fatin. Orang yang pernah menjadi tetangganya. Dan Riia langsung menoleh mencari seseuatu yang sangat ingin ia temui.
“Fatin mana tante?” tanya Riia masih dengan senyum yang mengembang dari bibirnya, mama dan papa Fatin tertunduk, dan terdiam tanpa menjawab pertanyaan Riia. Lalu mama dan papa Fatin saling berpandangan satu sama lain dan berkata.
“Fatin nggax ada...” ucap mama Fatin membuat Riia kaget mendengar jawaban yang keluar dari mama Fatin, dan menyangka kalau itu hanyalah bercandaan yang menjadi drama singkat mereka. Riia tertawa dengan paksaan.
“Ahh, tante dan om pasti bercanda kan? Pasti Fatin sedang bersembunyi, mau ngerjain aku yaa?” kata Riia sambil berlari keluar.
Riia berlari keluar halaman rumahnya bahkan sampai jalanan. Tapi tetap tidak menemukan sosok yang sangat dirindukannya. Ia memperhatikan sekeliling, hening. Tidak ada siapapun disana, fikirannya tiba-tiba kecewa dan perasaan sedih melanda hatinya, dengan langkah lesu ia masuk kedalam rumahnya kembali. Apakah Fatin tidak bisa meninggalkan london dan menemuinya barang sebentar, begitu tiba diruang depan. Riia menatap kedua orang tuanya dan kedua orang tua Fatin bergantian, ada yang aneh dalam wajah mereka.
“Riia... sebenarnya Fatin memang nggax ada. Fatin udah nggax ada” nada mama Fatin datar dan bergetar, seperti sangat berat saat ia mengucapkan itu.
“Udah nggax ada? Maksud tante...” ucapan Riia terhenti saat tiba-tiba kerongkongannya tampak kering tanpa suara. Mungkinkan ‘Udah nggax ada’ yang dimaksudkan mama Fatin itu sama dengan apa yang sedang berkelebat diingatannya. Mustahil!
“Benar Riia... sudah lebih kurang sebulan Fatin meninggalkan kita semua. Dia mengalami kecelakaan dan meninggal seminggu sebelum Desember tahun lalu” jelas papa Fatin.
Riia terduduk. Seluruh tubuhnya terasa nggax bertenaga. Kalau boleh dia tidak mau mempercayai semua ni. Tapi berkali-kali papa dan mama Fatin menyakinkannya. Riia sendiri mungkin bisa mempercayai itu, tapi kenyataan itu sangat sulit untuk diterimanya. Tangan Riia tampak bergetar saat membaca ulang surat ditangannya, air matanya kembali menetes. Dan dibacanya berulang-ulang untuk memastikan apa yang telah terjadi. Apakah yang ingin disampaikan Fatin? Dan yang lebih penting, apa maksud yang terselip pada semua ini?
Fatin meninggal seminggu sebelum Desember tahun lalu, tapi surat terakhir yang ia dapat dan dikirimkan Fatin ini tepat tanggal 01 januari tahun ini. Berarti surat ini dikirim saat Fatin sudah tidak ada. Riia termenung mencari apa yang sebenarnya terjadi, bahkan sampai saat ini. Riia tetap tidak mendapatkan kesimpulan dari semua yang telah terjadi. Bagaimana caranya surat ini ia dapatkan kalau Fatin saja sudah tidak ada?
The end.
Wkwkkw... Ancur kah? Heheh yang penting Selesai juga... dengan sedikit misteri kalii yaa.. hahha Saia juga tidak tau kenapa bisa seperti itu. Hanya sajjaa... katanya begitu, jadi di publish ajja deh. Kapan-kapan nanti saia muncul lagi... Reader... bay bay...
salam~Mia Cantik~
Bagi yang penasaran sama gimana ceritanya bisa langsung di cek ajja... Over all, selamat membaca saja laahh yaa... hanya satu part kok... judulnya Sepucuk Surat Terakhir wkwkwk
Selesai shalat, Riia melangkah menuju kamar tidurnya, bahkan mukena yang digunakannya untuk shalat tadi belum terlepas dari tubuhnya, tangannya terulur kearah bawah tempat tidurnya, mengeluarkan sebuah kotak yang tampak sedikit usang karena sudah lama tidak dibersihkan. Entah kenapa, tiba-tiba perasaanya sangat menginginkan melihat apa yang telah lama tersimpan didalamnya.
Riia membongkar isi dari dalam kotaknya dan menemukan beberapa lembar kertas serta mainan yang berada disampingnya. Tangannya terulur mengambil sepucuk surat yang ia dapatkan dua minggu yang lalu. Riia membaca kembali surat yang berada ditangannya.
Assalamu’alaikum, salam untuk keluargamu yang lainnya ya. Bagaimana kabarmu tahun ini? Sudah lima tahun aku melewati hari-hari diperantauan dan sudah lima kali aku mengirimimu surat. Tapi sekalipun kamu tidak membalasnya. Apa aku mempunyai kesalahan... untuk kamu ketahui, kalau kamu masih tidak mau membalas suratku kali ini. Maka ini surat terakhir yang aku kirimkan untukmu! Dan aku juga tidak pasti kapan aku bisa kembali pulang ketanah air.
Maafkan aku Riia
FATIN, london
01 januari
Riia dan Fatin adalah tetangga dekat, dan keakraban mereka telah lebih dari pada seorang adik dan kakak. Dimana ada Riia pasti disana ada Fatin, begitu juga sebaliknya, Dimana ada Fatin maka disitu ada Riia. Bahkan keluarga mereka juga sangat dekat. Tidak tau bagaimana awal persahabatan mereka tapi sejak pertama kali bertemu mereka sudah memiliki berbagai kesamaan. Mungkin itulah yang membuat persahabatan mereka terjalin dengan begitu erat.
Fatin anak tunggal dikeluarganya, begitu juga dengan Riia usia mereka berdua sama, dan herannya tanggal serta tahun yang menjadi kelahiran mereka juga sama. Dan sejak masuk Sekolah Dasar sampai SMU mereka selalu bersama. Juga sangat kebetulan mereka juga terus menerus sekelas.
Pulang-pergi sekolah mereka selalu bersama, bahkan saat Fatin tidak sekolah karena sakit, maka Riia juga akan bolos dan memilih untuk merawat Fatin. Begitu juga sebaliknya, dan orang tua mereka hanya bisa geleng-geleng kepala melihat ulah anak-anaknya. Begitulah kedekatan persahabatan mereka yang sangat begitu erat.
Untuk urusan pelajaran, semakin hari mereka semakin mendapatkan nilai yang cukup bagus, karena waktu kebersaan mereka selama ini sering dihabiskan untuk belajar bersama, disekolah mereka juga sering berlomba-lomba dalam pelajaran. Jika Fatin juara satu, maka Riia juara dua, dan kadang juga berubah Riia juara satu, dan Fatin juara dua. Tapi meski begitu mereka tidak pernah membenci. Malahan setiap apa yang mereka lakukan selalu bersama-sama dan malah semakin mempererat tali persahabatan mereka.
Selesai SMU Riia mengambil jurusan Akutansi disebuah Perkuliahan, tepatnya lima tahun yang lalu, sementara Fatin sendiri tidak tau ingin melanjutkan pendidikannya kemana, mau mengikuti Riia lagi, atau mengejar cita-citanya sendiri. Dan ungkapan ‘Setiap pertemuan pasti ada perpisahan’ memang benar. Walau mereka berdua sama-sama takut untuk menghapinya, tapi mereka juga tau kalau semua itu pasti akan terjadi juga.
Ingatan Riia kembali kemasa-masa sebelumnya, saat itu hari sudah mulai sore, Fatin datang menemuinya dengan wajah ditekuk dan tampak begitu lemas dan lesu. Benar-benar seolah tiada semangat lagi yang ia rasakan untuk hidup. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria. Dan tidak pernah kehabisan bahan obrolan, tapi saat itu... ntah kenapa ada yang beda dalam diri Fatin.
Lama Riia menunggu, tapi Fatin tetap tidak memulai pembicaraannya. Hanya duduk termenung di pojok halaman rumahnya, suatu ungkapan yang Riia tunggu tidak juga keluar dari bibir Fatin. Membuat Riia terlihat tidak sabar, lalu menatap kearah Fatin yang tampak resah dan sulit mengungkapkan apa yang ingin ia katakan. Keadaan itu tentu membuat Riia makin penasaran dan ikut-ikutan waspada.
“Fatin, ada apa sama kamu? Kenapa dari tadi diem aja. Katanya ada yang mau kamu bicarakan. Aku udah menunggu dari tadi lho” ungkap Riia yang udah nggax sabar menunggu ungkapan Fatin. Membuat Fatin terdiam, lalu menghembuskan nafas panjang, dan menolak menatap kearah Riia.
“Fatin... ayo donk, kasi tau aku. Ada apa ini?” tanya Riia mendesak.
“Riia, kamu pernah berpisah dengan orang yang sangat kamu sayangi nggax?” tanya Fatin dengan nada datar dan sama sekali tidak bersemangat.
“Maksudmu?” tanya Riia.
“Emm, sama keluarga atau saudaramu, atau mungkin berpisah dengan sahabat dekatmu?” tanya Fatin. Refleks Riia menatapnya kaget mencerna kalimat yang baru saja diucapkan sahabat dekatnya, dan tanpa butuh orang yang cukup pintar, Riia sudah tau kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut. Riia menunduk.
“Kamu mau pergi kemana?” tanya Riia langsung.
“London” jawab Fatin singkat.
“Sampai kapan?” tanya Riia lagi. Fatin menggeleng lalu kembali menghembuskan nafas panjang.
“Entahlah, mama dan papa mendapat pekerjaan yang lebih bagus disana” jawab Fatin. Riia tau, mana mungkin mama dan papa Fatin membiarkan Fatin tetap tinggal disini kalau orang tua nya tidak ada. Apalagi Fatin juga anak tunggal dikeluarganya. Sampai waktu mulai gelap mereka masih terdiam dengan fikiran nya masing-masing. Hal ini benar-benar hal paling menyakitkan untuk mereka berdua.
“Kapan kamu berangkat?” tanya Riia memberanikan diri saat Fatin sudah melangkah kepintu pagar rumahnya.
“Minggu depan” Jawaban singkat itu membuat Riia tidak bisa menahan air matanya, ingin ia tanyakan mengapa secepat itu? Tapi ia juga tau dan ia juga sadar. Tidak seharusnya ia tanyakan hal itu. Dan kalau ia nekat untuk bertanya pun tentu Fatin sendiri tidak bisa menjawab pertanyaannya.
Cerpen Misteri Sepucuk Surat Terakhir
Dan akhirnya hari kesedihan itupun tiba, Riia mengantar Fatin menuju bandara dengan berlinang air mata. Drama kesedihan satu babak pun terbentuk, Riia memeluk Fatin erat, mencium pipi dan dahinya. Nggax tau lagi kapan mereka akan bertemu lagi. Mungkin butuh waktu yang begitu lama sampai saat itu tiba.
Untuk menghindari kesedihan dan mengingat semua kenangan bersama Fatin, Riia terus menyibukkan dirinya sendiri. Ia mencoba melakukan hal-hal yang tidak pernah ia lakukan bersama Fatin dulu. Seenggaknya, kesibukan-kesibukan itu bisa membuatnya sedikit melupakan kerinduannya terhadap Fatin.
Bahkan surat-surat yang dikirimkan Fatin hanya satu atau dua dalam setahun, tapi Riia
tidak pernah sanggup untuk membalasnya, hanya surat pertama yang dikirimkan Fatin yang mau dibalas. Bukan, bukan karena Riia tidak lagi mengingkan Fatin, tapi ia tidak mau mengalami kesedihan lagi. Ia ingat saat pertama kali ia membalas surat-surat yang dikirim Fatin. Perasaanya malah semakin tersakiti, dan perasaan rindu itu sulit untuk dilupakanya. Akhirnya ia lebih memilih untuk tidak membalas surat-surat yang telah Fatin kirimkan terhitung sejak lima surat yang lalu.
Surat kelima dari Fatin yang tidak dibalas, tepat pada tanggal 01 januari ini dan itu baru dua minggu yang lalu, tulisan bertinta merah yang khas tulisan tangan Fatin ini sangat Riia kenali. Surat itu terus Riia simpan, karena surat itu merupakan surat terakhir dari sahabat karibnya. Surat terakhir dari Fatin yang menyimpan sebuah Misteri...
Setiap membaca surat-surat dari Fatin, Riia sering tersenyum sendiri. Tersenyum membaca surat dengan tinta merah itu. Fatin memang pantas marah terhadapnya. Dan pada tahun ini, entah kenapa rasanya ada yang lain dari perasaan Riia. Perasaan sedih dan sayu tiba-tiba saja merasuki dirinya. Perasaan yang pernah ia alami pada tahun pertama tanpa Fatin. Dan tentunya itu terjadi pada lima tahun yang lalu.
Dan rasa rindu serta bayangan-bayangan bersama Fatin terus terngiang dalam ingatannya. Rasa rindu yang meluap-luap. Dan perasaan itu terus berlanjut sampai beberapa hari. Dan beberapa hari lalu, Riia bermimpi bertemu Fatin sejak perpisahan lima tahun yang lalu. Riia tidak tau, kenapa harus sekarang? Kenapa tidak dulu-dulu ia bermimpi bertemu Fatin. Dan akhirnya, apa yang menjadi pertanyaan itu terjawab.
Sore itu, tepatnya seminggu setelah surat Fatin berada ditangannya, keluarga Riia mendapat tamu yang benar-benar tidak terduga. Saat itu, Riia sedang duduk bersama keluarganya diruang tamu, dan ada yang mengucapkan salam serta mengetuk pintu rumahnya beberapa kali.
Riia melangkah menghampiri pintu, dan tepat didepannya berdiri dua orang yang sangat ia kenali, meski sudah lima tahun tidak bertemu, tentu saja Riia masih mengenali kedua orang itu, sambil melonjak kegirangan. Riia memanggil mama dan papanya. Tamu yang tidak diduganya pada tahun ini adalah papa dan mama Fatin. Orang yang pernah menjadi tetangganya. Dan Riia langsung menoleh mencari seseuatu yang sangat ingin ia temui.
“Fatin mana tante?” tanya Riia masih dengan senyum yang mengembang dari bibirnya, mama dan papa Fatin tertunduk, dan terdiam tanpa menjawab pertanyaan Riia. Lalu mama dan papa Fatin saling berpandangan satu sama lain dan berkata.
“Fatin nggax ada...” ucap mama Fatin membuat Riia kaget mendengar jawaban yang keluar dari mama Fatin, dan menyangka kalau itu hanyalah bercandaan yang menjadi drama singkat mereka. Riia tertawa dengan paksaan.
“Ahh, tante dan om pasti bercanda kan? Pasti Fatin sedang bersembunyi, mau ngerjain aku yaa?” kata Riia sambil berlari keluar.
Riia berlari keluar halaman rumahnya bahkan sampai jalanan. Tapi tetap tidak menemukan sosok yang sangat dirindukannya. Ia memperhatikan sekeliling, hening. Tidak ada siapapun disana, fikirannya tiba-tiba kecewa dan perasaan sedih melanda hatinya, dengan langkah lesu ia masuk kedalam rumahnya kembali. Apakah Fatin tidak bisa meninggalkan london dan menemuinya barang sebentar, begitu tiba diruang depan. Riia menatap kedua orang tuanya dan kedua orang tua Fatin bergantian, ada yang aneh dalam wajah mereka.
“Riia... sebenarnya Fatin memang nggax ada. Fatin udah nggax ada” nada mama Fatin datar dan bergetar, seperti sangat berat saat ia mengucapkan itu.
“Udah nggax ada? Maksud tante...” ucapan Riia terhenti saat tiba-tiba kerongkongannya tampak kering tanpa suara. Mungkinkan ‘Udah nggax ada’ yang dimaksudkan mama Fatin itu sama dengan apa yang sedang berkelebat diingatannya. Mustahil!
“Benar Riia... sudah lebih kurang sebulan Fatin meninggalkan kita semua. Dia mengalami kecelakaan dan meninggal seminggu sebelum Desember tahun lalu” jelas papa Fatin.
Riia terduduk. Seluruh tubuhnya terasa nggax bertenaga. Kalau boleh dia tidak mau mempercayai semua ni. Tapi berkali-kali papa dan mama Fatin menyakinkannya. Riia sendiri mungkin bisa mempercayai itu, tapi kenyataan itu sangat sulit untuk diterimanya. Tangan Riia tampak bergetar saat membaca ulang surat ditangannya, air matanya kembali menetes. Dan dibacanya berulang-ulang untuk memastikan apa yang telah terjadi. Apakah yang ingin disampaikan Fatin? Dan yang lebih penting, apa maksud yang terselip pada semua ini?
Fatin meninggal seminggu sebelum Desember tahun lalu, tapi surat terakhir yang ia dapat dan dikirimkan Fatin ini tepat tanggal 01 januari tahun ini. Berarti surat ini dikirim saat Fatin sudah tidak ada. Riia termenung mencari apa yang sebenarnya terjadi, bahkan sampai saat ini. Riia tetap tidak mendapatkan kesimpulan dari semua yang telah terjadi. Bagaimana caranya surat ini ia dapatkan kalau Fatin saja sudah tidak ada?
The end.
Wkwkkw... Ancur kah? Heheh yang penting Selesai juga... dengan sedikit misteri kalii yaa.. hahha Saia juga tidak tau kenapa bisa seperti itu. Hanya sajjaa... katanya begitu, jadi di publish ajja deh. Kapan-kapan nanti saia muncul lagi... Reader... bay bay...
salam~Mia Cantik~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar