Cerpen Cinta Love at First Sight Part ~ 18

Udah lama nggak ada ngelanjutin ini kayaknya, ya udah mumpung ada waktu dan sepertinya ide juga lagi bersahabat Cerpen Cinta love at First Sight nya dilanjut lagi.

Untuk yang udah lupa sama part sebelumnya, bisa langsung dicek di sini Cerpen Cinta Love at First Sight part ~ 17.

Cerpen Cinta Love at First Sight Part ~ 18
Cerpen Cinta Love at First Sight Part ~ 18

Love at First Sight


Bel istirahat baru saja berbunyi, aku segera menyelinap keluar kelas sebelum ada yang menyadarinya, dan secepat mungkin kearah tempat ternyaman disekolah saat istirahat tiba. Dimana lagi kalau bukan taman belakang sekolah, namun langkahku terhenti tepat saat kakiku menginjak rerumputan hijau, setelah aku berfikir kembali bukankah aku sudah tidak perlu menghindari Revan?

Saat aku berfikir akan kembali kekelas dan menugggu Revan menghampiriku seperti biasanya, lagi-lagi niat itu hanyalah tinggal niat saat mataku tidak sengaja menatap kearah kursi yang biasanya aku tempati, tampak sosok Revan yang sedang bersandar dikursi dengan mata tertutup, sejak kapan pria itu disana. Memang sih, kalau difikir kembali kelas Revan lebih dekat dari pada jarak kelasku kesini, tapi apakah hanya karena itu dia tampak lebih cepat.

Aku melangkah perlahan mendekati Revan dan memperhatikannya, wajahnya tampak makin imut saat tertidur, bahkan handset masih bertengger ditelinganya. Mungkin karena lagu yang didengarkannya membuat kesadarannya cepat hilang dan segera tertidur, terlebih lagi angin tampak berhembus semilir disekeliling. Aku sedikit mencibir saat mengingat baru beberapa waktu lalu pria ini mengatakan tidak bisa tidur dengan nyaman.

Dengan hati-hati aku duduk disamping Revan dan memperhatikan wajahnya lebih dekat, nafasnya tampak berhembus teratur. Sementara anak rambutnya sedikit berhembus tertitiup angin, dan seperti yang sering terjadi jantungku langsung berdetak lebih cepat dari biasanya, bahkan hanya karena melihat wajahnya saja. Aku tersenyum menyadari perasaan menyenangkan yang menyusup perlahan dalam hatiku.

“Revan, apa kamu tau...” ucapku perlahan “Beberapa waktu lalu aku hampir seperti mayat hidup karena berusaha untuk menghindarimu,” lanjutku sambil tersenyum pahit, masih dengan memperhatikan Revan yang tertidur dengan handset ditelinganya.

“Aku tau sikapku kekanak-kanakan, aku cukup merindukanmu. Bahkan hari ini, aku dengan cepat berlari kesini karena lupa kita sudah baikan. Meskipun begitu, meski kamu ada dalam jarak pandangku seperti ini, aku masih merasa merindukanmu. Aneh ya, aku tidak bisa mengatakan hal romantis saat bersamamu, tapi aku ingin kamu tetap berada disisiku. Seperti ini,” lanjutku sambil merapikan beberapa helai rambut yang terus tertiup menutupi mata Revan.

“Aku senang tiap kali ada kamu, aku senang setiap kali kamu memanggil namaku, dan aku senang saat menyadari bahwa bagimu aku ada. Namun aku cukup malu untuk mengatakannya, bahwa aku suka... aku menyukaimu Revan...” ucapku sambil tersenyum. Meskipun jantungku masih berontak seolah mau keluar. Begitu aku mengatakannya, rasanya lebih bisa bernafas dengan baik. Mengingat Revan yang tampak masih diam dalam tidurnya membuatku tersenyum tipis. Antara kecewa karena tidak bisa mengatakannya langsung, dan senang saat aku tidak harus malu karena mengatakannya.

“Hei, bangun Revan...” kataku sambil menggoyangkan bahu Revan perlahan setelah beberapa saat lalu menetralkan detak jantungku. Perlahan aku melihat Revan yang membuka matanya yang memerah, Revan mengerjab-ngerjabkan matakan beberapa kali kemudian berdiri untuk merenggangkan otot-otot tubuhnya.

“Sejak kapan kamu disini?” tanya Revan setelah kembali duduk disampingku.

“Baru saja, apa yang kamu lakukan disini?” tanyaku.

“Seperti yang kamu lihat, aku sedang menunggumu,” ucap Revan sambil tersenyum.

“Benarkah, aku fikir kamu disini karena berusaha untuk menghindariku,” ucapku sambil tersenyum, mengingat tempat ini adalah tempat yang sebelumnya aku gunakan untuk menghindari Revan.

“Mana mungkin, kecuali kalau aku siap untuk menjadi mayat hidup karena menghindarimu,” balas Revan sambil tersenyum, aku menaikkan sebelah alisku mendengar jawabannya kemudian menatap curiga kearah Revan yang masih menunjukkan senyum misteriusnya.

“Ehem, baiklah apa yang kamu dengarkan?” tanyaku sambil menarik lepas sebelah Handset ditelinga Revan dan memasangnya ditelingaku,tidak ada suara yang terdengar namun saat aku ingin menunggu lebih lama handset itu sudah berpindah tangan kembali kearah Revan, aku menatapnya kaget.

“Tidak ada yang menarik,” ucap Revan sambil pasang wajah gugup “Ahh aku lapar, ayo kita kekantin,” ajak Revan sambil berdiri, aku segera melemparkan tatapan curiga kearahnya. Revan yang terlalu cepat menarik handset ditelingaku, atau memang aku yakin bahwa handset itu tidak ada lagunya.

“Oh ayolah, aku benar-benar lapar. Tadi guruku tidak masuk dan aku istirahat lebih dulu, karena aku ingin menunggumu untuk makan dikantin bersama, makanya aku menghabiskan waktu disini untuk istirahat lebih dulu. Dan sekarang saat kamu disini, sebaiknya kita segera kekantin yuk,” kembali Revan menyuarakan permintaannya, aku masih menatap curiga kearahnya dan berdiri perlahan. Namun yang ditatap justru cuek bebek saja dan melangkah mendahuluiku, perlahan aku mengikuti langkahnya. Masih dengan perasaan bimbang yang menyelimuti hatiku, apakah kaimatku tadi terdengar olehnya?

Love at First Sight


Aku duduk disalah satu kursi kantin saat Revan memesan untuk makann siang, sambil ngescroll hp ku melihat notif weebtoon apa yang up hari ini. Mengingat ini hari Rabu seharusnya banyak yang up, namun aku harus lebih menahan diri untuk tidak mulai membacanya karena nanti bakal keterusan, karena tidak mau membuat Revan terabaikan aku akhirnya memutuskan untuk memencet tombol home dihpku dan meletakkannya disampingku.

“Devi, ini dompet kamu ya?” pertanyaan Revan disampingku dengan nada datar mebuatku menoleh, sedikit bingung akan perubahan nada bicara pria itu yang tampak lebih serius.

“Oh, iya. Kamudapat dimana,?” tanyaku kaget, astaga bagaimana bisa aku melupakan dompetku seperti itu.

“Aku menemukannya terjatuh dibawah meja,sekarang jelaskan padaku. Ada apa dengan ini,?” tanya Revan sambil menyodorkan dompetku dengan keadaan terbuka tempat dimana biasanya terdapat ruang untuk menyimpan foto, dan mengingat itu dompetku, perasaan was-was langsung menjalari tubuhku, jangan bilang kalau Revan melihat fotonya. Dengan hati-hati aku meraih Dompet yang Revan berikan dan melihat apa yang ditunjukkannya.

“Revan, ini tidak seperti apa yang kamu fikirkan,” ucapku setelah beberapa saat terdiam saatdugaanku ternyata benar. Kemudian merutuki diriku sendiri kenapa foto itu bisa diabadikan disana.

“Lalu, apakah dia alasanmu tidak bisa mengatakan menyukaiku selama ini?” tanya Revan langsung yang membuatku menggigit bibirku gugup, menahan detak jantungku yang seakan berontak mau keluar, benar-benar perasaan yang tidak menyenangkan. Aku menunduk takut melihat expresinya. Dan perlahan, tanpa bisa mengatakan sepatah katapun aku mengangguk lemah.

“Jadi, apakah dia kekasihmu?” tanya Revan lagi yang kali ini membuatku mengangkat wajahku dan menatapnya kaget, bagaimana bisa dia langsung menanyakan hal itu tanpa tedeng aling-aling sama sekali. Namun sebelum kalimat protes sempat kuucap, melihat expresi wajahnya kembali membuatku terdiam. Aku meremas dompet ditanganku dengan perasaan yang semakin gugup, dan kali ini aku membali menggeleng.

“Apa kamu menyukainya?” tanya Revan lagi yang kali ini membuatku yang gugup menjadi sedikit bingung dengan kalimatnya bagiamana bisa dia menanyakan hal itu. Namun tak urung justru aku malah mengangguk membenarkan.

“Aku menyukainya,” ucapku lirih dan kali ini aku menyadari Revan yang terduduk lemas didepanku, tampak tidak bisa mengatakan sepatah katapun untuk membalas ucapanku “Aku menyukainya namun bukan sebagai seorang kekasih. Karena dia bukan kekasihku, melainkan aku yang dulu,” lanjutku hati-hati.

“APA?” ucap Revan kaget bahkan sampai berdiri menatapku tajam. Tanpa menghiraukan pandangan seisi kantin yang menatap kearah kami dengan tatapan penasaran. Antara bingung kenapa ada keributan juga kaget karena baru pertama kali Revan menunjukkan emosinya, selama ini pria ini selalu tampil sempurna dengan kedewasaanya, bahkan temen-temennya yang lain merasa sangksi apakah pria ini bisa marah.

“Maaf tidak mengatakannya padamu sejak awal, namun aku takut itu akan membuatmu tidak menyukaiku lagi,” ucapku hati-hati sedikit takut melihat expresi kaget, kecewa dan kalau tidak salah membaca juga tampak marah?

“Jadi selama ini kamu...” ucapan Revan tertahan dan melihat kesekeliling ruang kantin yang tampak masih menjadi tontonan siswa dan siswi lainnya. Revan mendekatkan wajahnya kearahku dan berbisik pelan “Cowok?” lanjutnya yang kali ini berhasil membuatku membualatkan mata kaget. Dan...
‘Duak’
“Aduh,” Revan mengaduh kesakitan dan memegangi jidatnya yang tampak memerah dan menjauh dari wajahku, tanpa sadar dompet yang masih berada ditanganku ku gunakan untuk melayangkan pukulan kearahnya sangking kesalnya.

“Hanya karena aku tomboy bukan berarti aku bukan wanita,!” ucapku tegas dan berdiri dengan cepat. Sebelum Revan sempat mengatakan sepatah katapun, aku sudah lebih dulu melangkah pergi. Menyebalkan, dasar pria menyebalkan!!!

Bersambung...

Berlanjut ke Cerpen cinta Love at First Sight Part 19

Detail cerita Love at First Sight

Tidak ada komentar:

Posting Komentar