Cerpen Cinta Love at First sight ~ part 12

yahh sepertinya ide udah mahal banget ya ini, susah kali dicarinya. Hohohoho udah lama nih cerpen terbengkalai kagak tau mau dibawa kemana.

Okelah, langsung aja nih admin bawa cerpen Love at First Sight part - 12 dan untuk yang udah lupa sama part sebelumnya, bisa di klik disini.

Cerpen Cinta Love at First Sight ~ part 11
Cerpen Cinta Love at First Sight ~ part 12 

“Es rumput laut? Atau Coffe latte?” tanya Revan sambil menyodorkan minuman ditangan kanan dan kirinya secara bergantian. Membiarkan ku untuk memilih, karena setelah memaksaku untuk mengikutinya aku ditinggalkan sendiri disalah satu kursi taman dan tak lama kemudian pria ini datang dengan minuman ditangannya.

“Es rumput laut. Tentu saja,” jawabku sambil tersenyum walau dalam hati tetap berfikir, bukannya tadi dia bilang lapar makanya bolos ya. Tapi kemudian kenapa malah hanya dua minuman ini yang dibawanya, Revan menyerahkan minuman ditangan kanannya dan aku menerimanya dengan senang hati.

“Aku telfon KFC untuk mengantar kesini sebelumnya, sepertinya akan lebih enak makan disini,” ucap Revan sambil membuka jaketnya “Dan karena ini juga pertama kalinya kita bolos, tentunya tidak akan baik dilihat diumum, nih pake jaketku untuk menutupi seragam mu,” lanjutnya sambil menyerahkan jaket ditangannya kearahku.

Aku meletakkan minuman yang ditanganku kebangku disampingku dan menerima jaket dari Revan kemudian mengenakannya. Benar juga katanya, tentu akan menjadi masalah jika masih jam pelajaran anak SMU berkeliaran ditaman hiburan, kemudian aku menatap kearah Revan yang masih mengenakan baju seragamnya.

“Lalu bagiamana denganmu?” tanyaku hati-hati “Bagaimana jikaa...” kalimatku terhenti saat Revan membuka satu demi satu kancing baju seragamnya.

“Sekarang tidak ada yang harus dipermasalahkan lagi bukan?” tanya Revan setelah membuka baju seragamnya. Menyisakan kaos hitam yang dikenakannya, setelah melepas seragamnya Revan memang tidak terlihat seperti anak SMU. Aku tersenyum melihatnya, setidaknya tidak akan ada rumor anak SMU berkeliaran ditaman hiburan.

“Aku curiga jika kamu mengatakan ini pertama kalinya kamu bolos,” ucapku sambil tersenyum menggodanya.

“Eheheyyy... jangan salah nona. Ini memang pengalaman perdana buatku, dan aku hanya sedang sedikit jenius untuk memikirkan hal ini. Setidaknya pemikiranku akan lancar disaat-saat yang dibutuhkan,” jawab Revan yang membuatku tertawa, tidak menerima kecurigaanku begitu saja.

“Baiklah baiklah, jadi apa yang akan kita lakukan disini?” tanyaku setelah puas tertawa.

“Makan, tentu saja. Aku sudah bilang lapar bukan?” kata Revan sambil mengedipkan sebelah matanya. Kemudian ia berdiri “Disini mas,” ucapnya pada seseorang yang berada dibelakangku sambil melambaikan sebelah tangannya. Aku melirik kearah pengendara dan menyadari paket pesanan sudah tiba. Aku hanya diam saat Revan membayar pesanannya dan meletakkan dua paket KFC didepanku.

“Aku tidak tau jika KFC pilihan yang tepat untuk dimakan saat lapar,” ucapku sambil menerima satu paket KFC yang disodorkan revan kearahku. "Ditambah dengan minuman yang kamu beli,” lanjutku sambil tersenyum. Oh ayolah, es rumput laut ataupun coffe latte tidak cocok dipadukan dengan KFC bukan?

“Aku yakin kamu benar,” ucap Revan sambil berfikir “Sepertinya ini tidak cocok,” lanjutnya sambil mengedarkan pandangannya kesekeliling “Baiklah, kamu tunggu disini ya.” Tanpa menunggu jawabanku Revan melangkah kearah penjual minuman yang sedang mangkal disamping taman hiburan, dan aku tersenyum setelah kemudian berfikir memangnya mau pergi kemana aku sampai diperingati untuk menunggu disini.

“Baiklah, sekarang sudah mendekati kata sempurna bukan?” kata Revan setelah selesai dengan experimen dadakannya. Meletakkan dua botol air mineral dan beberapa jajan disampingnya dan siap menikmati KFC yang dipesannya.

“Terasa lebih baik,” komentarku sambil meraih satu potong ayam dikotak paket yang berada ditanganku. Kemudian menikmatinya dan anehnya kali ini benar-benar nikmat. Pengalaman perdana yang aku lakukan bersama pria ini, mengaggumkan.

“Sekarang, ceritakan sesuatu tentangmu,” ucap Revan sambil mengunyah makanannya.

“Tentangku? Tidak ada yang menarik,” jawabku setelah berfikir beberapa saat. Karena tidak mungkin aku ceritakan selama ini aku menjadi stalker nya bukan?

“Emm bagaimana dengan impianmu?” tanya Revan kemudian.

“Impian?” aku balik bertanya sambil berfikir.

“Iya, impian. Sebuah keluarga impian dimasa depan?” lanjut Revan dengan tatapan serius. Aku meraih botol mineral disampingku dan kemudian meminumnya perlahan.

Keluarga impian? Apa yang kalian fikirkan saat ada seseorang yang menanyakan tentang keluarga impian? Jika aku, tentu saja yang terbayangkan hanya memiliki sebuah keluarga kecil bersama pria ini. Namun tidak mungkin aku mengatakan hal itu dengannya bukan? Kemudian aku mulai berfikir, impianku tentang sebuah keluarga dimasa depan, Menjadi seorang penulis buku romantis terkenal, kemudian suamiku akan menjadi koki terbaik, meskipun begitu selalu memuji masakan apapun yang aku sajikan.

Mendirikan sebuah kaffe sederhana yang bertema romantis, dengan 3 pelayan. Sebuah kaffe yang setiap pengunjung mendapat selembar kertas gratis yang bisa digunakan untuk menulis sebuah permohonan dan kaffe kami akan menerima semua catatan yang ditulis pelanggan. Kemudian diluar kaffe terdapat pagar dengan jeruji yang melintang kecil dengan rapi yang bisa digunakan untuk mengunci sebuah gembok dari pelanggan yang berpasangan.

Aku akan menghabiskan waktu dikaffe dengan laptop ditangan, menyelesaikan karya baru yang bisa kupublis, menunggu suamiku selesai bekerja. Atau jika aku bosan akan membantu bekerja di kaffe dan menunggu ide baru muncul. Menikmati apapun kisah romantis yang bisa diciptakan dari pelanggan. Memiliki dua anak tentunya sepasang gadis yang cantik dan pria tampan. Sebuah keluarga kecil yang bahagia, menjadi pasangan paling romantis.

Aku juga ingin memiliki kaffe yang terpisah dari rumahku. Rumah impian yang cukup sederhana. Terdiri dari 4 kamar, dua untuk anakku dan satu untuk aku dan suamiku, kemudian kamar tamu. Ruangannya juga tidak perlu besar, tidak perlu memiliki pembantu dan cukup aku yang akan mengurus keluargaku sendiri. Seperti yang aku bilang sebelumnya, meskipun suamiku seorang koki tetap memuji masakan apapun yang aku hidangkan untuknya.

Kemudian pertengkaran yang terdiri hanya dikarenakan masalah kecil. Sebuah kaffe yang juga memiliki dua ruang, satu kamar tidur dan satunya ruang shalat. Ruang shalat bisa digunakan oleh siapapun. Pelayan yang ingin melakukan shalat maupun pelanggan. Sementara ruang tidur hanya bisa digunakan oleh keluargaku, dan bisa digunakan saat aku sedang berkunjung dikaffe atau ruangan yang digunakan saat keluarga kecilku sedang mengalami pertengkaran kecil.

Aku fikir saat bertengkar salah satu perlu mendinginkan pemikiran, dan pulang kerumah orang tua bukan pilihan yang tepat. Menyewa kamar hotel malah akan sulit untuk dicari. Selain untuk menghemat, sebuah tempat yang bisa digunakan untuk menenangkan diri tanpa membuat khawatir perlu disediakan. Hal itu tentu akan bermanfaat untuk memperbaiki kembali perbedaan pendapat yang terjadi, sudah aku katakan bukan, aku ingin memiliki sebuah keluarga romantis yang selalu harmonis.

“Mengagumkan,” komentar Revan sambil tersenyum dan mengambil tissue untuk mengeringkan tangannya yang baru saja dicuci sepertinya tanpa sadar aku sudah menyuarakan apa yang aku fikirkan. Membuatku menutup mulutku karena malu, astaga. Bagaimana bisa aku mengatakan hal itu, pasti Revan akan menertawakan setelah ini. Impian seperti apa itu, huffh...

“Kamu boleh menertawakan sekarang,” ucapku setelah menurunkan tanganku untuk melihat expresinya. Namun aku sendikit terkejut karena Revan tidak menunjukkan ekxpresi menertawakan. Bahkan jika aku tidak salah mengartikan ecpresi itu malah terlihat seperti sedang berfikit.

“Sepertinya aku harus belajar masak mulai sekarang,” ucap Revan yang membuatku menaikkan sebelah alisku tanda tidak mengerti dengan apa yang baru saja ia ucapkan “Sepertinya 3 tahun lebih dari cukup jika aku bersungguh-sungguh,” lanjutnya sambil pasang expresi berfikir, seolah mengatakan pada dirinya sendiri.

“Apa yang...” aku tidak meneruskan kalimatku saat melihat Revan berdiri.

“Ayo, kamu sudah selesai makan kan?” ajak Revan sambil membersihkan bekas makanan dikursi. “Karena sepertinya masih ada sedikit waktu untuk kita habiskan berdua. Ayo ikut denganku menikmati waktu bolos kita, setelahnya aku antar pulang,” lanjut nya sambil mengikat kantong plastik yang digunakan untuk mengumpulkan sampah kemudian meletakkan ditangan kirinya, sementara tangan kanannya diulurkan kearahku.

“Baiklah,” ucapku sambil tersenyum dan setelah berfikir sesaat memberanikan diri untuk menerima uluran tangannya, menyenangkan “Ayo,” ajakku sambil berdiri dan siap melangkah kemanapun Revan membawaku, namun ku lihat Revan masih berdiri dengan tampang yang sulit diartikan, seolah ingin mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya ia katakan yang membuatku menatapnya penuh tanya.

“Ehem, aku tidak keberatan bergandengan tangan denganmu. Sungguh,” ucap Revan dengan hati-hati yang membuatku menaikkan sebelah alis tanda bingung, tidak mengerti dengan maksud ucapannya “Baiklah, kita bisa berjalan dengan gandengan tangan. Tapi ku harap kamu tidak keberatan membawakan bajuku,” lanjutnya sambil melirik kearah baju seragam yang tadi dilampirkan disandaran kursi dan tentunya membuatku ikut tersadar dengan uluran tangannya tadi.

Secepat kesadaran itu datang, dan secepat itu juga aku menarik tanganku kembali. Namun Revan malah menahannya dan tetap menggenggam tanganku erat. Aku menunduk karena malu, kemudian meraih kemeja disandaran kursi tanpa berani menatap kearah Revan yang aku yakini sedang tersenyum. Tanpa berkata apa-apa Revan menarik tanganku untuk mengikuti langkahnya. Sudah cukup memalukan dengan kejadian ini dan untungnya Revan dengan kedewasaanya tidak meledekku. Astaga Devi, aku hanya bisa merutuki tingkahku sendiri.

To be continue...

Berlanjut ke cerpen cinta love at first sight part 13

Detail cerpen Love at Firs Sight

Tidak ada komentar:

Posting Komentar