Cerbung Stay with Me, Please! ~ 01

Untuk cerbung Romantis Mr Hero vs Mrs Zero kita tunda dulu ya. Admin post cerbung romantis baru dulu berjudul Stay With Me, Please!

Masih dilema sih itu cerbung mau dibikin Sad ending atau happy ending, nunggu ide muncul baru nanti dilanjut. Buat yang mau lirik ini cerbung baru, happy reading yaaa...

Stay with Me, Please! ~ 01
Stay with Me, Please! ~ 01

Stay with Me, Please!


Niken mengucir rambutnya sambil memantut diri didepan cermin. Kemudian ia merapikan sedikit riasannya membubuhkan bedak tipis dipipinya, memolesi bibirnya dengan lipstik tipis, lalu kembali mengamati dirinya yang terpantul dari kaca cermin, senyumnya sedikit mengembang saat menyadari tidak ada yang salah dengan dirinya.

"Semangat Niken," ucapnya menyemangati diri sendiri, kemudian ia melangkah keluar dari ruang ganti. Siap untuk melakukan pekerjaannya hari ini, beberapa pelanggan sudah mulai berdatangan. Ia sudah cukup hafal dengan semua pekerjaannya disini, kemudian ia menghampiri pelanggan yang baru masuk dan duduk dimeja pilihannya.

"Pesen apa Mas? Mbak?" tanyanya sambil menyodorkan buku menu kearah pelanggan dengan senyum yang masih bertengger dibibirnya.

"Saya pesen capucinonya deh satu, sama bakwan jagungnya satu porsi, air mineralnya satu. Kamu say?" tanya sang pelanggan cowok kearah gadis didepannya. Niken masih mencatat pesanan sambil menunggu sang gadis bersuara.

"Emm, Lemon tea sama roti bakar kayanya deh satu," jawab sang gadis.

"Baik, ada lagi?" tanya Niken ramah setelah mencatat pesanan kedua.

"Cukup. Itu aja," jawab sang pelanggan dengan senyuman.

"Oke, Ditunggu ya, pesanan segera datang..." balas Niken masih dengan senyumannya kemudian melangkah pergi, langkahnya terhenti saat mendengar sendok jatuh dari arah meja yang tak jauh darinya tampak meja makan yang terdiri dari 3 orang dewasa 1 remaja dan 1 balita itu menarik perhatiannya. Dengan cepat Niken menghampiri dan membantu mengambil sendok yang terjatuh akibat ulah salah satu anak balita yang tampak masih belum terlalu pintar untuk makan sendiri.

"Segera saya ganti sendoknya sebentar ya mbak," kata Niken sambil tersenyum.

"Makasih mbak," jawab salah satu diatara mereka dengan senyum minta maaf, setelah balas tersenyum Niken melangkah pergi kearah dapur. Ia menyerahkan menu catatan pesanan pelanggan sebelumnya diatas meja, kemudian Novi sebagai salah satu karyawan yang lain mengambil alih catatan yang tadi untuk segera menyiapkan pesanan.

"Seperti biasa, loe emang bisa diandalkan," bisik Riska lembut saat Niken meletakkan sendok diatas wastafel dan menyiapkan sendok baru, gadis itu bahkan tidak lupa memberikan sebelah kedipan mata, Niken membalas dengan kibasan sebelah tangannya dan tersenyum kemudian melangkah kembali kearah meja yang membutuhkan sendok pengganti.

Cafe tampak makin ramai dan sibuk setiap harinya, Niken kembali melanjutkan pekerjaannya dengan senyum ramah yang masih tidak lepas dari bibir manisnya, selain memang wajahnya yang enak untuk dilihat lesung pipit yang dimilikinya juga benar-benar membuat senyumnya menular, bahkan beberapa pelanggan dengan terang-terangan memujinya, Niken sendiri jelas sudah terbiasa dengan pujian yang ia terima.

Hei perkenalkan, namaku Niken afari putri, seperti yang kalian tau aku bekerja disebuah kafe bernama Dozen, tidak sulit untuk mengakrabkan diri disini, selain para karyawannya yang memang enak diajak bekerja sama tentunya kafe ini juga memiliki suasana yang menenangkan. Wajah cantik dan senyum manis jelas ikut andil dalam melewati hari, ya aku cukup pede untuk mengatakan kalau wajahku jelas diatas rata-rata, ditambah lagi dengan lesung pipit yang aku miliki, aku bersyukur dengan penampilan yang aku punya.

Yah, setidaknya hanya hal inilah yang bisa aku banggakan, selebihnya tidak ada. Baik, mari kita gali lebih banyak tentang kehidupanku. Aku anak tertua dari 2 bersaudara, itu artinya aku memiliki adik yang sekarang masih duduk dibangku SMA. Orang tua? Hemm mungkin kita akan membicarakan ini lain waktu. Pekerjaan? Selain menjadi pelayan disini aku juga mengajar privat untuk tingkat SMP, lumayan untuk menambah tunjangan hidupku. Mengingat aku juga memiliki tanggung jawab untuk menghidupi adikku, jelas aku ingin memberikan semua yang terbaik untuknya.

Pendidikan? Aku cukup pintar dalam hal ini, memanfaatkan beasiswa yang aku dapat untuk terus melanjutkan pelajaranku, dan sekarang aku sudah berada diperkuliahan tingkat akhir jurusan seni. Tepatnya melukis, tanganku jelas termasuk salah satu tangan kreatif yang diberikan Tuhan untuk bisa kubanggakan. Cinta? Tidak, aku tidak pernah jatuh cinta, mungkin cinta dan kasih sayang yang aku punya sudah habis kuberikan pada adik tersayangku. Dia adalah segalanya yang aku miliki.

Bekerja diusia muda memang tidaklah mudah, namun aku termasuk jenis orang yang tidak gampang menyerah dan ramah, semua orang mengakuinya. Dan aku berani bersumpah kalau sampai saat ini aku masih termasuk gadis baik-baik, tidak pernah menggunakan cara kotor untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik namun menghancurkan masa depan, aku termasuk gadis cerdas bukan?

Lalu disinilah kisahku dimulai...

Stay with Me, Please!


Niken melangkahkan kakinya keluar rumah diikuti erwin yang mengantarkannya sampai keambang pintu, kemudian gadis itu menoleh sambil tersenyum saat erwin memberikan tasnya, Niken menerima dan mengusap-usap rambut erwin tanpa melepas senyumannya.

"Aku bukan anak kecil kak," ucap Erwin sambil cemberut setiap kali Niken mengusap-usap rambutnya, tingkah anak itu membuat senyum Niken berubah menjadi tawa.

"Trus apa? Loe kan emang masih anak SMP," balas Niken.

"Sudah kelas 3 kak, sebentar lagi juga aku bakal masuk SMA tau. Dan kalau aku nggak pake seragam juga nggak bakal ada yang tau aku anak SMP," erwin masih cemberut.

"Hahahha, jadi udah siap nih masuk SMA, makanya belajar lebih giat lagi ya. Inget itu PR harus dikerjain ya, kakak datang besok harus udah selesai," ucap Niken mengingatkan.

"Siap komandan," balas Erwin sambil mengangkat tangannya untuk hormat, lagi-lagi Niken mengacak-acak rambutnya karena gemes "Haiss," keluhnya kemudian.

"Yaudah, kakak balik ya. Udah malem," ucap Niken setelah melirik jam ditangannya. Pukul 22.14 wib, mungkin adikknya sudah tidur sekarang.

"Nak Niken, tunggu sebentar," seseorang menahan langkahnya saat Niken sudah berbalik, membuat gadis itu kembali menoleh kearah pintu dimana seorang ibu-ibu tampak melangkah kearahnya.

"Maaf ya, tante lagi sibuk tadi. Hampir aja lupa, nih gaji kamu..." ucap Tante Diana sambil menyerahkan amplop kearah Niken.

"Makasih tante," ucap Niken sambil tersenyum dan menerima amplop yang diulurkan kearahnya, kemudian memasukkannya kedalam tas.

"Nggak dihitung dulu nak?" tanya Tante Diana.

"Ah tante, kayak sama siapa aja. Niken balik yaaa... permisi..." balas Niken masih dengan senyum ramahnya, Diana dan Erwin membalas dengan ikut tersenyum kemudian mengantar kepergian Niken dengan tatapannya sampai Niken hilang dibalik pagar rumahnya.

Niken melangkah riang meninggalkan rumah Erwin, ia sudah tidak sabar untuk sampai dirumah. Suasana malam membuat tubuhnya terasa lebih dingin, namun tetap senyum itu tidak lepas dari bibirnya, samar-samar ia mendengar beberapa pria yang tampak ragu untuk melakukan sesuatu, rasa penasaran membuat langkahnya melambat, namun sebelum ia menyadari apa yang terjadi seseorang sudah lebih dulu menghalangi jalannya.

Niken menatap pria yang berdiri tepat didepannya, karena tubuh pria itu ternyata lebih tinggi membuat Niken sedikit mendongakkan kepalanya, Niken sama sekali tidak bisa mengetahui apa yang ada dalam fikiran pria itu yang kini mulai menatap kearahnya dengan tampang malas-malasan.

"Mau apa?" tanya Niken saat pria didepannya tidak juga mengatakan sesuatu, namun masih berdiri menjulang didepannya. Selagi menunggu jawaban pria itu Niken menggunakan waktunya untuk meneliti kalau pria didepannya memang terlihat masih muda, mungkin anak ini masih SMA, kemudian pandangannya teralihkan saat beberapa orang ikut melangkah mendekat kearahnya, Niken menilik dari balik tubuh pria yang masih belum beranjak dari tempatnya.

Disebelah kiri ada seorang cowok berkacamata dengan tubuh yang lumayan pendek, kemudian disusul dengan pria yang lebih tinggi namun tampangnya sedikit acak-acakan, lalu masih ada lagi pria yang terlihat lebih rapi diantara yang lainnya, dan terakhir pria jangkung dengan tubuh yang lebih kurus berdiri tak jauh darinya, Oke Niken baru menyadari kalau ia mungkin sedang dikroyok.

"Bagi gue duit buat beli rokok," kalimat bernada berat didepannya membuat Niken kembali memberikan perhatian pada sosok pertama yang menahan langkahnya, dan ia semakin yakin kalau memang sedang dalam bahaya.

"Permisi," ucap Niken sambil menunduk dan ingin melangkah pergi, namun seseorang yang tadi dilihatnya terlihat lebih rapi menghalangi jalannya.

"Loe nggak denger permintaanya," ucap pria itu sambil memasukkan sebelah tangannya kedalam saku, Niken menghembuskan nafasnya pelan. Oke, rencana kabur gagal. Ia melirik kekanan dan kekiri apakah mungkin ada yang bisa membantunya, namun nihil keadaan cukup sepi malam ini. Dan tubuhnya jelas sudah kelelahan karena bekerja seharian, melawan 5 orang cowok dalam keadaan seperti ini bukan pilihan yang bagus, namun kabur juga sepertinya mustahil.

"Loe budek ya?" lagi-lagi suara berat itu membuat Niken menatap kearahnya, dan sedikit hatinya tergelitik. Entah ada perasaan apa yang menelusup masuk kedalam hatinya membuatnya merasa tidak sedang dalam bahaya, Oke sepertinya penjahat sekarang lebih mudah menggunakan wajah dari pada fisik.

"Wahh ini sudah nggak lucu lagi," kali ini pria berkacamata yang tadi dilihatnya mulai bersuara, Bukannya takut Niken malah harus menahan tawanya, entah kenapa nada dan prilaku pria itu sama sekali tidak cocok, entah karena ini baru pertama kali mereka memalak orang atau wajah yang terkesan culun itu tidak cukup pantas untuk menggretak.

"Bagi. Duit. Loe. Se-ka-rang," untuk kesekian kalinya pria bersuara berat itu mengatakan keinginanya, Niken mulai merasa harus menguasai diri, ketimbang ia terpesona dan menyerah mungkin sebaiknya ia kabur, ah ralat dari pada ia terhipnotis, Niken jelas tidak akan mengakui kalau wajah pria bernada berat itu sempat menarik perhatiannya, namun langkahnya terhenti saat seseorang menahan lengannya yang akan berbalik.

"Siapa bilang loe boleh pergi gitu aja?" tanyanya kemudian. Niken tampak sedikit was-was menyadari situasi buruk yang mungkin akan dihadapinya.

"Gue nggak punya duit," kali ini Niken memberanikan diri untuk bersuara "Dan merokok jelas tidak baik untuk kesehatan," lanjutnya dan menatap kearah mata cowok didepannya. Kemudian keduanya terdiam, Niken sama sekali tidak berniat untuk mengalihkan pandangannya agar cowok didepannya tau kalau ia tidak takut sementara pria itu mungkin punya fikiran yang berbeda.

"Gue nggak butuh nasehat dari loe," ucapnya mulai terlihat kesal.

"Loe jelas masih anak SMA, emangnya nggak takut kalau sampe ketahuan orang tua loe udah berani ngerokok, he?" perkataan Niken diluar dugaan, membuat pria didepannya menatap tajam kearahnya, ada kilat kemarahan dalam mata yang dilihat Niken entah kenapa baru membuat gadis itu merasa sedikit takut, bahkan cekalan ditangannya terasa lebih kuat dari pada sebelumnya.

"Loe..." ucapan pria itu terhenti saat seseorang menarik lepas tangan yang sedari tadi mencekal pergelangan tangannya, pandangan Niken berbalik, menatap tepat kearah seseorang yang menariknya dari rasa takut yang sebelumnya ia lihat. Berganti pada mata biru yang tampak lebih tenang, melihat dari tubuh tinggi yang jelas menjulang itu memubuat Niken sadar kalau ini pria yang terakhir dilihatnya. Oke, kali ini Niken harus mengakui kalau ia langsung tenggelam pada mata biru yang sama.

"Serahin aja," ucap pria bermata biru dengan pelan. Entah karena sedang tenggelam pada mata indah itu atau memang benar dugaannya pria-pria ini bisa menghipnotis, dengan perlahan Niken mengeluarkan amplop yang tadi diterimanya dari dalam tas sandangnya.

"Lama banget sih," keluh pria bernada berat itu sambil merampas amplop yang masih ditangan Niken, seolah hal itu menyadarkan Niken dari keadaannya.

"Eh, itu duit buat ngerayain ulang tahun adik gue," ucap Niken akhirnya, berniat untuk menahannya, namun pria itu sudah lebih dulu melangkah pergi meninggalkannya diikuti oleh teman-temannya yang lain.

"Adik?" pertanyaan dari sampingnya membuat Niken kembali menoleh dan lagi-lagi terpaku pada mata biru didepannya, Oke dia tidak boleh kembali terhipnotis.

"Loe perampok ya, gue harus laporin kalian kepolisi," ucapnya kesal sambil merogoh tas yang tadi digunakannya.

"Berapa isi amplopnya,?" tanya pria itu diluar dugaan, Niken yang sudah menemukan ponselnya menatap tidak percaya namun jelas tidak ada keraguan dari mata biru itu.

"700.000,-" ucap Niken langsung. Pria didepannya tampak terdiam sesaat kemudian ia mengeluarkan dompet dari saku celananya, Niken masih tidak tau apa yang terjadi sampai pria itu menyerahkan lembaran 100 ribuan kearahnya. Niken masih terdiam ditempat, belum bisa mencerna apa yang sedang dihadapinya saat ini.

"Ini, uang loe gue ganti," ucap pria itu sambil meletakkan uang ditangan Niken "Anggap kejadian ini nggak pernah terjadi, dan jangan pernah berani ngelaporin mereka kepolisi," lanjutnya dan kemudian melangkah pergi.

"Eh tapi..." ucapan Niken tertahan saat pria itu sudah melangkah jauh meninggalkannya. Bingung dengan situasi yang dihadapi Niken menggaruk kepalanya yang tak gatal, astaga apa yang baru saja terjadi?

Bersambung ke Stay With Me, Please! ~ 02

Detail cerbung Stay With Me, Please!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar