Cerpen cinta Love at first sight part ~ 06

Haii readers, masih ada kah mengunjung setianya. Ihihihi sepertinya masih bisa nih ngelanjutin cerpen di sela-sela waktu kerja yang sedikit 'Gila'. gila kareaanaaa ah sudahlah. Langsung saja yak, cerpen Love at first sign part-06 meluncur dihadapan.

Untuk cerpen sweety heart nya nanti dulu ya, nanti kalau ada ide pasti dilanjut kok. Dan untuk yang udah lupa sama cerpen sebelumnya, langsung aja klik disini. Over all, happy reading yaa...

Cerpen cinta love at first sign part ~ 06
Cerpen cinta love at first sign part ~ 06

“Abis ini kita mau kemana lagi?” tanya Revan sambil menatap lembut kearahku, aku balik menatap kearahnya dan berfikir sesaat. Kaki ku sudah lumayan pegel karena dari tadi sudah mengelilingi isi mall ini. Sekadar untuk jalan-jalan saja.

Ditangan juga sudah ada beberapa bingkisan yang nyangkut di tanggan, ‘Khilaf’ karena tertarik akhirnya dibeli juga. Hari ini sudah cukup menyenangkan. Melihat Revan dan jalan-jalan dengannnya, melihat semua tingkah konyolnya, satu lagi kekaguman yang aku rasakan untuknya. Dia menarik, bahkan cukup menarik. Dia juga nggak pake acara malu untuk bertingkah seperti anak-anak.
Mencoba berbagai jenis benda dan pernak-pernik yang ada didepannya, mulai dari topi, syal, jaket bahkan sampai kacamata. Revan juga nggak malu-malu dengan bertingkah menjadi ala artis sinetron yang kehilangan panggung, walau tentu saja itu tetap membuatku tertawa melihatnya. Tingkah gilanya benar-benar nggak membuatku malu, bahkan aku berasa seperti sedang syuting satu babak film saat bersamanya.

“Aku rasa akan lebih baik kalau kamu tunggu disini, aku carikan air sebentar yaa...” Revan menawarkan diri saat melihatku masih belum menjawab pertanyaannya. Aku tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Kemudian Revan pergi setelah meminta izin terlebih dahulu denganku.
Sudah ku bilang kalau dia memang pria menarik bukan, bahkan untuk hal sekecil ini pun dia tau bagaimana caranya untuk memperlakukan wanita. Benar-benar pria idaman. Aku tersenyum senang membayangkan akan sebahagia apa hidupku jika Revan beneran menjadi milik ku. Sambil menunggu kedatangan Revan mencari air minum, aku melihat-lihat kesekeliling.

Tampak berbagai macam jenis baju yang tertangung disana, beberapa orang sedang memilih pakaian mana saja yang cocok untuk ia beli dengan bantuan teman disampingnya, ada juga yang belanja sendiri sambil berfikir keras apakah sebaiknya ia membelinya atau tidak. Ada juga beberapa anak kecil yang sedang asyik memainkan game di hanphonenya sambil menunggu orang tau mereka berbelanja.

Dunia fashion memang selalu seperti ini bukan? Meskipun kakiku sedikit sakit karena kelelahan, aku tetap melangkah mendekati sebuah kemeja yang tertantung tidak jauh dariku, warna dan tipe nya benar-benar seleraku. Tapi mengingat baru dua hari yang lalu aku menghabiskan hampir sebagian tabunganku untuk membeli buku baru, sepertinya aku harus menahan diri untuk tidak lagi-lagi ‘Khilaf’ dengan membeli kemeja itu.

Mungkin memang sudah seharusnya aku manahan diri dan berjanji akan membelinya lain kali, setidaknya aku harus punya cukup uang setelah berbelanja. Tidak mungkin aku sia-siakan menjadi ‘Mendadak miskin’ setelah memuaskan diri membela kemeja itu bukan??? Baiklah, sabar Devi. Masih ada lain waktu untuk mendapatkan kemeja ini.

“Kalau kamu mau, aku bisa membelikannya untukmu” kalimat itu membuatku sedikit terlonjak kaget dan menatap keasal suara, lebih kaget lagi saat melihat siapa yang berbicara, refleks aku mundur dua langkah.

“Segitu terpesonanya ya denganku sampai hilang keseimbangan seperti itu?” nada pengucapan yang sama sekali tidak terduga membuatku menatapnya kesal, dasar pria semaunya. Baiklah, untuk beberapa saat aku memang sempat terpesona, ralat. Sedikit terpesona. Tapi melihat tingkahnya, ckckck tentu saja Revan-ku lebih-lebih diatasnya.

Aku menyipitkan mataku sedikit untuk memberikan penilaian, sambil menatap kearah pria menyebalkan yang kalau tidak salah bernama David itu, style nya sudah lebih baik tentu saja, baju oblong dan celana jeans itu menutupi kenyataan kalau dia masih anak SMU, dengan gaya rambut yang berdiri serta mengenakan kacamata di tambah jaket levis yang terkesan rapi dan menenteng belanjaan disebelah tangannya membuatnya terkesan lebih dewasa.

Merasa risih ditatap seperti itu, David membuka kacamatanya dan balas menatap kesal kearahku. Berbagai macam makian sudah jelas terlintas di matanya namun bukannya marah, senyumnya malah mengembang, membuatku yang masih terdiam lagi-lagi merasa –Sedikit- hanya sedikit untuk terpesona akan senyumannya.

“Aku tau kegantenganku tidak akan luntur jika kamu terus menatapku seperti itu, hanya saja sebaiknya kamu tidak hanya diam saja. Yahhh nggak enak kali dikacangin,” balasnya sambil tersenyum minta dikasianin, aku memutar bola mata menahan kejengkelan. Kemudian bersikap seolah dia tidak ada dan kembali memilih-milih baju disampingku.

“Aku sudah bilang, katakan saja kalau kamu memang menginginkannya dan baju itu akan langsung jadi milikmu, aku bisa memberikannya secara Cuma-Cuma,” kembali David bersuara.

“Aku tidak tertarik,” jawabku singkat. Bahkan tanpa menatap kearahnya, males banget ngeladeni tingkah gilanya itu.

“Tapi matamu mengatakan yang sebaliknya, bahkan air liurmu juga pasti menetes sangking terpesonanya dengan baju itu. Aku hanya berbaik hati menawarkan bantuan,” balasnya santai. Dalam hati aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan amarahku, dasar pria menyebalkan.

“Tidak, terimakasih” ucapku sesopan mungkin.

“Oh ayolah, aku disini. Kenapa kamu seolah lebih tertarik menatap kearah lain dari pada kearahku,” keluhnya sebel membuatku tertawa dalam hati, tingkahnya lucu sekali.

“Aku tidak pernah bilang kalau aku tertarik denganmu, terlebih lagi aku tidak mengenalmu. Sama sekali tidak!” ucapku tegas dan untuk pertama kalinnya menatap kearahnya, mempertegas ucapanku.

“Tapi aku tertarik denganmu, kamu itu wanita pertama yang menolakku, dan aku merasa tertantang untuk mendapatkanmu.” Ucap David yang benar-benar diluar dugaan “Mungkin bisa dibilang kalau aku jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu,” lanjutnya yang makin membuatku membulatkan mata kaget. Kaget dengan semua kejadian ini, bahkan pengakuannya yang terang-terangan itu. Kalau tidak tau akan sikap ke ‘Gila’annya aku yakin aku sudah menerimanya bahkan tanpa berfikir.

“Aku nggak sedang ditembak kan?” ucapku setelah menetralkan detak jantungku karena sempat terguncang mendengar kata-katanya.

“Tentu saja tidak, aku tentu saja termasuk cowok yang romantis. Jadi mana mungkin aku nembak cewek di tempat seperti ini dan dalam situasi seperti ini juga. Cuma cewek bodoh yang akan menerimanya, jadi jawabannya tidak. Tapi tentu saja, aku sudah merencanakan penembakan yang sangat romantis,” jawab David dengan nada menyakinkan, aku sedikit merasa lega dan membenarkan ucapannya. Tapi hanya dalam hati.

“Tidak, terimakasih. Tidak perlu, dan aku menolak. Aku bahkan sama sekali tidak tertarik,” ucapku sambil mengangkat kedua tanganku tanda menyerah, berusaha sebaik mungkin untuk menolaknya secara sehalus yang aku bisa.

“Apa-apaan ini, aku ditolak bahkan sebelum mengejar? Tentu saja aku tidak terima itu. Enak saja, harga diriku terasa dicoreng. Kamu harus memberikan alasannya,” keluh David kesal namun aku malah merasa sikapnya lucu bahkan aku sama sekali tidak merasa takut atapun terancam.

“Karena aku sudah mempunyai seseorang yang aku sukai, dan tentu saja orangnya bukan kamu,” jawabku penuh keyakinan.

“Hanya orang yang disukai, bukan pacarkan? Kalau begitu aku masih punya kesempatan untuk membuatmu berpaling. Percayalah, jatuh cinta denganku itu tidaklah sulit,” ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya, tentunya itu sedikit membuatku terpesona. Ahh sepertinya sudah untuk kesekian kalinya aku mengatakan sedikit bukan?

“Aku tidak tertarik, permisi...” ucapku dan berniat berlalu, namun aku merasa cekalan ditanganku yang menahannya, aku berbalik dan siap untuk protes.

“Tolong lepaskan tanganmu,” ucapan yang aku dengar disampingku membuatku menggagalkan rencanaku untuk protes. Revan sudah ada disampingku, perlahan aku menatap kearah tanganku yang ditahan oleh David sementara Revan menahan tangan David untuk melepaskannya. Dan tanpa sadar aku berfikir, situasi macam apa ini??? Lalu untuk kesekian kalinya, jantungku berdetak cepat.

Bersambung....

Anggap aja lah ini pemanasan yak, masih kaku jari-jari karena belum terbiasa ngetik cerbung. Masih banyak juga kalimat yang absur dan yaahh begitulah. Kalo gaje banget anggap saja lain waktu bisa dipuaskan ye, ehehheeh sampe ketemu di cerpen selanjutnya saja yaa, Love at first sight part 07

Detail Cerpen
  • Judul cerpen: Love at first sign
  • Penulis: Mia Mulyani

  • Panjang: 1.084 word

  • Genre: Remaja, Romantis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar